Abstract:
Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari sebab-musabab kejahatan, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi pelaku, dan dampak yang ditimbulkan dari suatu
tindak Pidana. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi modus operandi,
faktor penyebab, dan sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku dalam kasus
penghilangan nyawa anak dengan mutilasi, khususnya dalam konteks Putusan No
10/PID/2020/PT JAP. Selain itu tujuan penelitian ini juga dilihat dari perspektif
kriminologi, penting untuk memahami alasan di balik tindakan kriminal ini guna
mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang. Serta Putusan Pengadilan
yang dijatuhkan kepada mereka, yang mencakup aspek Hukum Pidana.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan dengan
menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan kasus. Dengan sumber data yang bersumber dari Al-Quran, Hadist,
buku dan tulisan ilmiah yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa modus operandi pelaku dalam kasus
ini mencakup stalking, penyerangan, pembunuhan, dan mutilasi untuk
menghilangkan jejak korban. Pelaku, Yusuf Godlief Marshall Mauri, melakukan
tindakan kekerasan terhadap korban yang berusia 14 tahun setelah korban menolak
ajakan seksualnya. Tindakan ini mencerminkan emosi yang tidak terkontrol, yang
dipicu oleh penolakan korban dan pengaruh alkohol. Pelaku kemudian melakukan
mutilasi untuk menghilangkan identitas korban dan menghindari tanggung jawab
hukum. Faktor-faktor penyebab tindakan pelaku meliputi penolakan korban, emosi
yang tidak terkendali, pengaruh alkohol, dan rasa takut akan perbuatannya yang
diketahui orang lain. Tindakan sadis ini mencerminkan adanya gangguan psikologis
pada pelaku, yang berpotensi menjadi faktor pendorong dalam melakukan
kejahatan. Selain itu, kondisi sosial dan lingkungan yang kurang mendukung juga
berkontribusi terhadap tindakan kriminal tersebut. Dalam hal sanksi hukuman,
Pengadilan Tinggi Jayapura menjatuhkan hukuman penjara selama 15 tahun kepada
pelaku, yang dinilai tidak sebanding dengan tingkat kekejaman yang dilakukan,
terutama mengingat korban adalah seorang anak. Penelitian ini menegaskan
perlunya peninjauan ulang terhadap sanksi yang diterapkan untuk kejahatan yang
melibatkan mutilasi, serta pentingnya pengaturan hukum yang lebih tegas untuk
memberikan perlindungan bagi anak-anak dan mencegah terulangnya kasus serupa
di masa depan.