Abstract:
Perkembangan teknologi digital telah mendorong perubahan dalam sistem
pembayaran, termasuk penggunaan digital payment system yang semakin luas.
Namun, dalam praktiknya, sistem pembayaran digital tidak terlepas dari risiko
wanprestasi yang dapat merugikan berbagai pihak. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis bentuk-bentuk wanprestasi dalam transaksi pembayaran digital,
faktor-faktor penyebabnya, serta akibat hukum yang ditimbulkan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan
Sektor Keuangan.
Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan peraturan
perundang-undangan serta studi literatur untuk mengkaji aspek hukum yang
mengatur wanprestasi dalam transaksi digital. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
bentuk wanprestasi dalam digital payment system dapat berupa keterlambatan
pembayaran, kegagalan transaksi, pembatalan sepihak, overcharging, serta
ketidaksesuaian nominal pembayaran. Faktor-faktor penyebab wanprestasi
meliputi faktor teknis seperti gangguan sistem dan kesalahan jaringan, faktor
manusia seperti kelalaian pengguna atau penyedia layanan, faktor hukum terkait
lemahnya regulasi dan pengawasan, serta faktor keamanan yang mencakup
tindakan peretasan atau penipuan.
Secara hukum, wanprestasi dalam transaksi digital memiliki konsekuensi
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023, termasuk sanksi
administratif bagi penyedia layanan yang tidak memenuhi kewajiban serta hak
pengguna untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan. Peran
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia dalam pengawasan transaksi
digital menjadi krusial untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi serta
perlindungan hak-hak konsumen. Dengan demikian, diperlukan peningkatan
regulasi dan sistem keamanan dalam transaksi pembayaran digital guna
meminimalisir risiko wanprestasi serta memberikan kepastian hukum bagi semua
pihak yang terlibat.