Abstract:
Perkembangaan saat ini perceraian tidak hanya dilakukan oleh suami saja
(cerai talak) tetapi juga seorang isteri (cerai gugat). Alasan seorang isteri yang
mengajukan gugat cerai bukan mereka mampu dengan kehidupan mereka tanpa
seorang suami tetapi seorang isteri tidak menerima hak nya secara penuh ,
mengalamai kekerasan oleh suaminya dan lain-lain. Dalam hal cerai gugat isteri
tidak mendapatkan hak mut’ah seperti suami melakukan cerai talak. Tentunya disini
tidak adanya perlindungan yang didapatkan oleh bekas isteri. Dalam keadaan ini
adanya perbedaan putusan terhadap perkara cerai gugat yang mana ada hakim
memberikan hak mut’ah kepada isteri dan ada juga tidak. Perlunya untuk menggali
secara mendalam tentang permasalahan ini.
Peneltian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan dengan terhadap sikronisasi hukum dan perbandingan hukum. Sifat
penelitian yang dipakai adalah penelitian deksriptif. Analisis data yang digunakan
dalam mengelola dan menganalisis data yang diperoleh dalam penelitian adalah
analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa saat ini masih belum adanya undangundang
yang mengatur tentang Hak Mut’ah bagi bekas isteri yang mengajukan
gugat cerai. Dengan lahirnya Peraturan Makamah Agung No 3 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum, Hakim dapat
memberikan perlidungan hukum Hak Mut’ah terhadap bekas isteri yang
mengajukan gugat cerai dengan juga mempertimbangkan Pasal 41 huruf C Undang-
Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.