Abstract:
Pasal 1 angka 14 KUHAP mensyaratkan untuk menetapkan seseorang
sebagai tersangka harus berdasarkan bukti permulaan. Pasca Putusan Mahkamah
Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014 terhadap perbuatan sewenang-wenang
penyidik dalam penetapan tersangka dapat diajukan permohonan praperadilan.
Berdasarkan Putusan Praperadilan Nomor 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn dan Nomor
53/Pid.Pra/2017/PN.Mdn. Hakim praperadilan menyatakan penetapan terhadap
Pemohon Ir. Siwajiraja sebagai tersangka tidak berdasarkan bukti permulaan yang
cukup. Tujuan penelitian ini adalah agar mengetahui pengaturan hukum terhadap
bukti permulaan yang cukup dalam penetapan tersangka, mengetahui akibat
hukum ketidaksahan penetapan tersangka berdasarkan putusan praperadilan dan
mengetahui pertimbangan hakim dalam Putusan Praperadilan Nomor
53/Pid.Pra/2017/PN.Mdn dan Nomor 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan sifat
penelitian deskriptif analisis. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum
tersier.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa pengaturan hukum terhadap
syarat bukti permulaan yang cukup dalam penetapan tersangka yang diatur dalam
Pasal 1 angka 14 KUHAP, berdasarkan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014
adalah sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP disertai
pemeriksaan calon tersangkanya. Akibat hukum terhadap ketidaksahan
pemenuhan syarat bukti permulaan yang cukup dalam penetapan tersangka tindak
pidana berdasarkan putusan praperadilan adalah pemohon dapat mengajukan
permohonan ganti kerugian dan rehabilitasi apabila terhadap dirinya telah
dilakukan penangkapan dan penahanan. KUHAP secara yuridis tidak memberikan
peluang atau tidak membenarkan upaya hukum dalam perkara praperadilan. Hal
tersebut dipertegas dengan Putusan MK Nomor 65/PUU-IX/2011 dan Perma
Nomor 4 Tahun 2016. Pertimbangan Hakim dalam Putusan Praperadilan Nomor
53/Pid.Pra/2017/PN.Mdn dan Nomor 14/Pid.Pra/2017/PN.Mdn menyatakan
bahwa terhadap penetapan tersangka tidak berdasarkan bukti permulaan yang
cukup yaitu minimum 2 (dua) alat bukti. Apabila terhadap penetapan tersangka
dinyatakan tidak sah berdasarkan putusan praperadilan, terhadap dirinya dapat
dilakukan penetapan sebagai tersangka kembali apabila ditemukannya minimum 2
(dua) bukti baru sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Perma No. 4
Tahun 2016.