Abstract:
Bidan dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga medis sering
dihadapkan pada suatu persoalan hukum yang meminta pertanggungjawaban
pidana. Dalam kasus aborsi yang dilakukan secara ilegal atau abortus provokatus
kriminalis, bidan dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya sesuai dengan
yang diatur dalam UU Kesehatan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
penerapan ketentuan pidana terhadap bidan yang melakukan praktik aborsi dan
pertanggungjawaban pidananya serta mengetahui analisis putusan Nomor
3125/Pid.Sus/2016/PN Mdn terkait bidan yang melakukan tindak pidana aborsi.
Penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan
menggunakan penelitian hukum yuridis normatif yang diambil dari data primer,
data sekunder berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti serta data
tersier.
Berdasarkan hasil penelitian, penerapan ketentuan pidana terhadap bidan
yang melakukan praktik aborsi dapat dijerat dengan UU Kesehatan. Prinsip
hukum menyebutkan lex spesialis derogat lex generalis yang berarti aturan
hukum yang khusus akan mengenyampingkan aturan hukum yang umum.
Sehingga dapat diberlakukan Pasal 75 Jo Pasal 194 UU Kesehatan yang meliputi
setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp1.000.000.000.
Karena itu bidan yang melakukan tindak pidana aborsi dapat dimintai
pertanggungjawaban pidana setelah terpenuhinya unsur-unsur melakukan
perbuatan pidana (sifat melawan hukum), mampu bertanggungjawab, mempunyai
suatu bentuk kesalahan berupa kesengajaan (dolus) serta tidak ada alasan
pembenar dan pemaaf. Berdasarkan analisis putusan Pengadilan Negeri Medan
Nomor 3125/Pid.Sus/2016/PN Mdn, menunjukkan adanya kesalahan yang
dilakukan bidan dengan terpenuhinya unsur-unsur yang didakwakan sesuai Pasal
75 jo Pasal 194 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, jo Pasal 56 ke-1
KUHP.