Abstract:
Berdasarkan ketatanegaraan Indonesia, pada bentuk pemerintahan berlaku sistem
presidensil. Artinya Presiden selaku pejabat eksekutif adalah pemegang kekuasaan
tertinggi sebagai kepala negara dan juga kepala pemerintahan untuk menjalankan
amanah dan pengembanan tugas-tugas negara dan pemerintahan berdasarkan
Pancasila dan UUD NRI 1945. Seperti pada pengangkatan Menteri Negara dalam
struktur kabinet pemerintahan. Para Menteri dipilih dan diangkat Presiden
berdasarkan kewenangan dan hak prerogatifnya untuk membantu berbagai tugas
Presiden dan kinerja pemerintahannya. Namun pada fenomenanya, keterpilihan dan
keputusan Presiden dalam pengangkatan seorang Menteri seringkali dipengaruhi
oleh unsur politis lainnya, seperti permintaan jatah Menteri dari partai pendukung
pemerintah. Dimana permintaan tersebut pada akhirnya berpotensi mempengaruhi
hak prerogatif Presiden untuk memilih para Menteri yang berkompeten pada bidang
tugasnya. Dimana hal itu terbukti dari banyaknya Menteri negara yang berperilaku
tidak baik, melakukan perbuatan melanggar hukum, seperti pada praktik korupsi
dan lainnya.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, menggunakan
teknik analisis kualitatif yang kemudian dipaparkan dan dianalisa menggunakan
metode deskriptif analitis. Jenis pendekatan yang digunakan pada penulisan skripsi
ini adalah pendekatan kepustakaan (library research), yaitu dengan mempelajari
buku serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pengangkatan menteri negara
yang merupakan hak prerogatif Presiden pada sistem pemerintahan presidensial di
Indonesia, tingkat peluang keterpilihan pengangkatan menteri negara oleh
Presiden atas dasar permintaan partai politik menurut sistem pemerintahan
presidensial, dan bagaimana kedudukan hukum menteri negara dalam pelaksanaan
tugas pasca pengangkatannya kepada Presiden.
Berdasarkan hasil penelitian didapati bahwa keterpilihan dan keputusan Presiden
dalam pengangkatan seorang Menteri seringkali dipengaruhi oleh unsur politis yang
sumbernya datang dari partai koalisi pendukung Presiden itu sendiri. Dimana partai
koalisi menyodorkan nama-nama calon Menteri dari partai mereka masing-masing
untuk dapat duduk di kabinet pemerintahan. Sehingga dengan keadaan ini
menyulitkan Presiden untuk memilih para Menteri yang memang kompeten dan
professional dibidangnya.