Abstract:
Penunjukan Sekretaris Daerah sebagai Penjabat Kepala Daerah menjadi 
kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengisi kekosongan jabatan kepala 
daerah menjelang pemilihan kepala daerah serentak. Kebijakan ini menimbulkan 
perdebatan dari segi legalitas dan efektivitas pelaksanaannya dalam sistem 
pemerintahan daerah. Dalam praktiknya, pengangkatan ini menuai kritik atas 
dasar minimnya partisipasi publik serta potensi penyalahgunaan wewenang. 
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab tiga rumusan masalah, yaitu: bagaimana 
landasan hukum penunjukan Sekretaris Daerah sebagai Penjabat Kepala Daerah, 
apa implikasi hukum dari penunjukan tersebut, dan apa kendala dalam 
implementasinya di lapangan. 
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan 
pendekatan peraturan perundang-undangan. Sumber data diperoleh melalui studi 
kepustakaan, yang mencakup bahan hukum primer seperti Undang-Undang 
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, peraturan pelaksanaannya, 
serta putusan Mahkamah Konstitusi. Analisis dilakukan secara kualitatif untuk 
mengkaji prinsip legalitas, demokrasi, dan netralitas birokrasi dalam penunjukan 
penjabat kepala daerah. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penunjukan Sekretaris Daerah 
sebagai Penjabat Kepala Daerah memiliki landasan hukum yang jelas, namun 
implementasinya diwarnai oleh berbagai persoalan administratif dan politis. 
Secara hukum, penunjukan ini dimungkinkan oleh Undang-Undang dan peraturan 
turunannya, namun dari sisi praktik, muncul kekhawatiran akan ketidaknetralan 
birokrasi dan ketidakjelasan batas kewenangan. Penjabat kepala daerah memiliki 
tugas administratif tetapi dibatasi dalam membuat keputusan strategis. Terdapat 
pula kendala berupa resistensi politik lokal dan minimnya pengawasan. Oleh 
karena itu, perlu penguatan mekanisme akuntabilitas dan pengawasan terhadap 
penjabat kepala daerah agar transisi kepemimpinan dapat berjalan efektif dan 
tetap sesuai koridor hukum.