| dc.description.abstract | Implementasi sanksi administratif terhadap izin panas bumi merupakan 
fenomena yang krusial dalam pengawasan kegiatan usaha di sektor energi, 
khususnya panas bumi, di Indonesia. Sanksi administratif berfungsi sebagai 
instrumen hukum untuk menjamin kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan 
perizinan dan perlindungan lingkungan. Namun, dalam praktiknya, penerapan 
sanksi ini seringkali menghadapi berbagai kendala, termasuk lemahnya 
pengawasan dan ketidakkonsistenan penegakan hukum, sebagaimana terjadi dalam 
kasus PT. Sorik Merapi Geothermal Power (SMGP) di Kabupaten Mandailing 
Natal, Sumatera Utara. 
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaturan hukum 
mengenai sanksi administratif dalam sektor panas bumi, mengkaji implementasi 
sanksi administratif terhadap PT. SMGP, serta menilai efektivitas sanksi 
administratif dalam memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat dan 
lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan 
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case 
approach). Data diperoleh dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier, serta 
didukung oleh data kewahyuan dari Al-Qur’an. 
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa pengaturan sanksi 
administratif telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti 
UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang 
PPLH. Namun, dalam kasus PT. SMGP, sanksi administratif yang diterapkan tidak 
proporsional dan tidak efektif dalam mencegah pelanggaran berulang yang 
mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, dan pelanggaran HAM. Faktor 
penyebabnya antara lain maladministrasi, lemahnya koordinasi antarinstansi, dan 
tidak optimalnya pengawasan. Oleh karena itu, penelitian ini merekomendasikan 
evaluasi kebijakan perizinan, penerapan sanksi yang tegas, harmonisasi standar 
baku mutu, serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan. | en_US |