Abstract:
Penelitian ini mengkaji tanggung jawab notaris pemegang protokol 
terhadap kekeliruan dalam akta yang dibuat oleh notaris sebelumnya dan telah 
menjadi bagian dari protokol yang diterimanya. Studi ini dilatarbelakangi oleh 
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1791 K/Pdt/2022 yang 
menetapkan bahwa notaris penerima protokol dianggap melakukan perbuatan 
melawan hukum, meskipun akta yang disengketakan bukan dibuat olehnya. 
Permasalahan ini menimbulkan keraguan terhadap batas tanggung jawab notaris 
pemegang protokol serta urgensi perlindungan hukum terhadap notaris yang 
hanya menerima protokol berdasarkan penunjukan dari Majelis Pengawas. 
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan 
kualitatif dan bersifat deskriptif-analitis. Data diperoleh melalui studi kepustakaan 
terhadap peraturan perundang-undangan, literatur hukum, serta putusan 
pengadilan yang relevan. Teori yang digunakan dalam analisis meliputi teori 
kepastian hukum, teori tanggung jawab, dan teori kewenangan. Fokus utama 
penelitian adalah menjelaskan proses peralihan protokol, tanggung jawab hukum 
yang melekat pada notaris penerima, serta menelaah aspek yuridis dari keputusan 
hakim terhadap perkara tersebut. 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggung jawab notaris pemegang 
protokol bersifat administratif dan tidak mencakup substansi akta yang dibuat 
oleh notaris sebelumnya. Namun, karena tidak adanya pengaturan normatif yang 
tegas dalam UU Jabatan Notaris mengenai pembatasan tanggung jawab ini, 
notaris penerima berpotensi dikriminalisasi atas kekeliruan yang bukan 
perbuatannya sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan hukum melalui 
revisi peraturan dan penguatan perlindungan hukum agar tercipta kepastian 
hukum dan rasa aman bagi notaris pemegang protokol dalam menjalankan 
tugasnya.