Abstract:
Pemekaran daerah merupakan salah satu implementasi kebijakan
desentralisasi yang diamanatkan dalam Pasal 18 UUD 1945. Kebijakan ini
bertujuan memperpendek rentang kendali pemerintahan, mendekatkan pelayanan
publik, dan menciptakan pemerataan pembangunan. Namun, dalam praktiknya
pemekaran tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan, bahkan memunculkan
dilema antara desentralisasi dan sentralisasi kekuasaan. Banyak daerah otonom
baru gagal mencapai kemandirian fiskal dan tetap bergantung pada dana transfer
pusat. Selain itu, pemekaran kerap menimbulkan konflik sosial dan politik, serta
meningkatkan beban keuangan negara.
Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual
approach). Sumber data diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku, jurnal
ilmiah, dan literatur hukum yang relevan dalam lima tahun terakhir. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis pemekaran daerah dalam perspektif hukum
tata negara, mengidentifikasi permasalahan antara desentralisasi dan sentralisasi
dalam kebijakan pemekaran, serta memberikan rekomendasi untuk pengaturan
pemekaran yang ideal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara normatif pemekaran daerah
diatur dalam UUD 1945 dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah, dengan tujuan memperkuat otonomi daerah. Namun, secara empiris,
pemekaran belum mampu meningkatkan kemandirian daerah dan pelayanan publik.
Sebaliknya, banyak daerah otonom baru yang memperkuat ketergantungan fiskal
kepada pusat dan memicu ketidakstabilan sosial. Kesimpulannya, pemekaran
daerah dalam praktik masih menyisakan permasalahan mendasar yang
membutuhkan pengaturan lebih ketat, evaluasi berkala, dan pengawasan dari
pemerintah pusat agar sesuai dengan prinsip desentralisasi dalam kerangka negara
kesatuan.