Abstract:
Kasus penyalahgunaan senjata api oleh prajurit TNI yang mengakibatkan
jatuhnya korban jiwa menambah rasa khawatir masyarakat. Peristiwa tersebut
menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat sipil dan menciptakan kegelisahan
publik terhadap keabsahan dan efektivitas sistem pengawasan internal di tubuh
militer. Ketika aparat yang seharusnya menjadi pelindung justru melakukan
tindakan agresif terhadap warga sipil dalam sengketa non-kriminal, hal ini
mencerminkan adanya masalah struktural dalam manajemen institusional,
terutama dalam hal pertanggungjawaban dan batas etika kekuasaan koersif. Dalam
konteks ini, tindakan pelaku tidak dapat hanya dipahami sebagai pelanggaran
hukum individual, tetapi sebagai gejala dari krisis yang lebih dalam: yakni
lemahnya sistem kontrol internal dan tidak adanya mekanisme pengawasan sipil
yang efektif terhadap perilaku anggota militer di luar konteks operasional.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif sumber yang
menggunakan pendekatan Undang-Undang (statute approach) dengan sifat
penelitian deskriftif. Data yang digunakan terdiri dari data kewahyuan yang
bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist dan didukung data sekunder dengan
mengelola data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier.
Berdasarkan penelitian dapat dipahami Pengaturan pemakaian senjata api
dalam konteks TNI di Indonesia telah diatur melalui UU Senjata Api Tahun 1936,
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin
Penggunaan Senjata Api, Undang-Undang Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951
mengenai Ordonnantie Tijdelijke Bijzondere Strafbepalingen, Peraturan Menteri
Pertahanan Nomor 7 Tahun 2010 mengenai Pedoman Perizinan, Pengawasan dan
Pengendalian Senjata Api Standar Militer di Luar Kementerian Pertahanan dan
TNI, serta Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.20 Tahun 1960 mengenai
Kewenangan Pemberian Izin Senjata ApiBentuk tanggung jawab TNI yang
melakukan tindakan kriminal penembakan terhadap warga sipil dapat dikenakan
hukuman lebih berat. Jenis sanksi pidana yang diterima oleh anggota TNI yang
melanggar hukum adalah pemecatan atau pemberhentian dari dinas militer jika
tindakannya berhubungan dengan keluarga besar TNI Prosedur meminta
pertanggungjawaban pidana kepada oknum TNI diatur dalam Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dimana Ankum, atasan yang
berhak menghukum.