Abstract:
Indonesia merupakan negara hukum dan demokrasi yang menganut sistem
presidensial, sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Salah satu wujud nyata demokrasi di indonesia adalah pelaksanaan
pemilihan umum (Pemilu), yang menjadi instrumen utama dalam memilih
pemimpin secara langsung oleh rakyat. Dalam konteks demokrasi konstitusional,
pencalonan presiden dan wakil presiden harus tunduk pada prinsip akuntabilitas,
transparansi, dan netralitas. Namun, pencalonan pejabat aktif khussunya menteri
negara dalam pemilu presiden menimbulkan polemik terkait potensi konflik
kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Hal ini diperkuat oleh Putusan MK
No. 68/PUU-XX/2022 yang memperbolehkan menteri maju sebagai calon presiden
dan wakil presiden tanpa harus mundur dari jabatannya, dengan syarat memperoleh
izin presiden.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menempatkan
hukum sebagai norma yang menjelaskan doktrin dan asas- asas dalam ilmu hukum.
Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan fokus pada
penggambaran keadaan. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yaitu
pendekatan perundang – undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus.
Sumber data yang dipergunakan terdiri dari kewahyuan dan data sekunder. Dalam
pengumpulan data, peneliti menggunakan studi kepustakaan, serta menerapkan
metode analisis kualitatif yang menekankan pada pengkajian data berdasarkan
kualitas dan keterkaitannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, fokus penelitian ini adalah
menganalisis dampak perubahan pencalonan presiden dan wakil presiden terhadap
netralitas penyelenggara pemilu, potensi penyalahgunaan fasilitas negara, serta
efektivitas lembaga pengawas seperti Bawaslu dalam menjalankan tugas
pengawasan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis
normatif dengan analisa peraturan perundang – undangan, putusan mahkamah
konsttusi serta praktik penyelenggaraan pemilu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ketentuan baru ini menimbulkan tantangan signifikan dalam pengawasan
pemilu karena membuka celah bagi konflik kepentingan dan penyalahgunaan
kewenangan. Oleh karena itu, dibutuhkan mekanisme pengawasan dan penegakan
hukum yang lebih ketat, transparan, akuntabel, serta penggunaan teknologi
informasi untuk memperkuat akuntabilitas dan integritas proses demokrasi.