Abstract:
Indonesia sebagai negara yang majemuk menghadapi tantangan kompleks
dalam penerapan hukum waris, khususnya terkait perlindungan hak anak non
Muslim untuk memperoleh harta peninggalan dari orang tua yang beragama
Islam. Penelitian ini menganalisis kedudukan yuridis anak non-Muslim dalam
perspektif hukum waris Islam yang berlaku di Indonesia, mengkaji upaya
perlindungan hukum yang tersedia, dan mengevaluasi implikasi yurisprudensi
Mahkamah Agung dalam rangka unifikasi hukum waris nasional.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan
perundang-undangan dan pendekatan kasus. Data dikumpulkan melalui studi
dokumen yang meliputi bahan hukum primer berupa peraturan perundang
undangan dan putusan-putusan Mahkamah Agung, serta bahan hukum sekunder
berupa literatur dan jurnal ilmiah. Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan
menggunakan teori kepastian hukum, teori kemaslahatan, dan teori perlindungan
hukum.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Berdasarkan Kompilasi Hukum
Islam (KHI) Pasal 171 huruf c, anak non-Muslim tidak memiliki kedudukan
yuridis sebagai ahli waris dari pewaris Muslim karena perbedaan agama menjadi
penghalang kewarisan. Namun, hal ini menimbulkan ketidakadilan mengingat
ikatan darah dan kekeluargaan yang tetap ada; (2) Perlindungan hukum bagi anak
non-Muslim dapat dilakukan melalui mekanisme hibah semasa hidup, wasiat
biasa dalam batas sepertiga harta, dan wasiat wajibah berdasarkan putusan hakim.
Mahkamah Agung melalui berbagai putusannya (Nomor: 368 K/AG/1995, 51
K/AG/1999, 16 K/AG/2010, 721 K/AG/2015, dan 218 K/AG/2016) telah
memberikan terobosan hukum dengan menerapkan konsep wasiat wajibah bagi
ahli waris non-Muslim; (3) Yurisprudensi Mahkamah Agung memiliki implikasi
penting dalam rangka unifikasi hukum waris nasional dengan menciptakan
keseragaman putusan dan memberikan kepastian hukum. Namun, masih
diperlukan harmonisasi peraturan perundang-undangan untuk mengatur secara
tegas dan komprehensif tentang kewarisan beda agama.