Abstract:
Perjanjian sewa menyewa merupakan perikatan hukum antara dua pihak
yang menciptakan hak dan kewajiban timbal balik. Dalam praktiknya,
pelaksanaan isi perjanjian tidak selalu berjalan sebagaimana mestinya.
Permasalahan muncul ketika salah satu pihak lalai menjalankan kewajibannya,
sebagaimana terlihat dalam Putusan No. 130/Pdt.G/2023/PN Mdn, di mana
tergugat tidak melakukan renovasi terhadap bangunan ruko sebagaimana
diperjanjikan. Penelitian ini mengkaji bagaimana bentuk dan keabsahan perjanjian
sewa menyewa menurut hukum perdata, akibat hukum atas wanprestasi dalam
perjanjian, serta analisis terhadap putusan pengadilan dalam menyelesaikan
sengketa wanprestasi yang terjadi antara para pihak.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach).
Sumber data yang digunakan meliputi bahan hukum primer berupa KUH Perdata
dan Putusan No. 130/Pdt.G/2023/PN Mdn, serta bahan hukum sekunder seperti
literatur akademik, jurnal ilmiah, dan pandangan para ahli. Teknik pengumpulan
data dilakukan melalui studi kepustakaan yang difokuskan pada analisis peraturan
perundang-undangan dan dokumen hukum yang relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian sewa menyewa antara
penggugat dan tergugat telah memenuhi syarat sah sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 1320 KUH Perdata dan mengikat berdasarkan asas pacta sunt servanda.
Namun tergugat yang tidak melaksanakan renovasi terbukti melakukan
wanprestasi berdasarkan Pasal 1238 dan 1243 KUH Perdata. Majelis hakim
mengabulkan sebagian gugatan dan menolak tuntutan uang paksa (dwangsom)
serta eksekusi putusan segera (uitvoerbaar bij voorraad). Putusan ini
mencerminkan kehati-hatian hakim dalam menyeimbangkan kepentingan para
pihak. Penulis berpendapat bahwa isi perjanjian ke depan harus dirancang lebih
rinci dan tegas untuk meminimalisir potensi wanprestasi serta menjamin
efektivitas perlindungan hukum bagi para pihak dalam hubungan sewa menyewa.