Abstract:
Sejak disahkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015, pilkada
dilangsungkan secara serentak, dalam rangka demi terciptanya efektifitas agenda
tersebut dan efisiensi terhadap anggaran. Dengan kata lain pilkada serentak
harusnya menjadi proses demokrasi yang berlangsung efektif. Pilkada serentak
yang berlangsung tersebut bukan berarti tak memiliki cacat, pilkada serentak
gelombang ketiga yang dilaksanakan pada tahun 2018, menurut hasil dari evaluasi
pilkada serentak 2018 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ilmu Politik Indonesia
masih terdapat banyak persoalan, mulai dari tahapan persiapan dan tahapan
penyelenggaraan.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif
analisis dan menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Penelitian ini
menggunakan data sekunder dengan mengolah data dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Alat pengumpul data yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi atau melalui
penelusuran literatur, serta menelaah peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pertama, Kedudukan menteri
dalam memberhentikan walikota Pematangsiantar periode 2017 sampai dengan
2022 berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang
pemilihan gubernur, bupati dan walikota serta karena akan dilaksanakannya
pemilihan kepala daerah serentak diseluruh wilayah Indonesia. Kedua Surat
Keputusan Bersama Menteri mempunyai keabsahan yang sama dengan peraturan
perundang-undangan yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat yang dibentuk berdasarkan kewenangan sesuai dengan hukum positif
yang berlaku berdasarkan Pasal 8 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Ketiga Kepala daerah
memiliki hak berupa uang sebesar gaji pokok dikalikan jumlah bulan yang tersisa
serta mendapatkan hak pensiun untuk satu periode. Selanjutnya untuk
penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 ini, kompensasi yang diterima oleh kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang berkurang masa jabatannya mengikuti
ketentuan Pasal 202 Undang-undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota.