Abstract:
Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa setelah upaya
hukum biasa banding dan kasasi, sehingga sifatnya bukan menagguhkan suatu
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Sehingga
keberadaaan peninjaun kembali adalah sebuah upaya istimewa yang diberikan
kepada pencari keadilan untuk benar-benar mencari keadilan. Tujuan Peninjauan
Kembali adalah demi memenuhi rasa keadilan bagi pencari keadilan karena
terdapat kemungkinan dibuka kembali perkara yang sudah diputus oleh pengadilan
dan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui untuk mengetahui
pengaturan peninjauan kembali dalam perkara perdata menurut hukum formil di
indonesia, untuk mengetahui keseimbangan antara kepastian hukum dan keadilan
substantif dalam penerapan peninjauan kembali dua kali dan untuk mengetahui
analisis putusan MA Nomor 476 PK/Pdt/2020 terhadap adanya peninjauan kembali
dua kali ditinjau dari perspektif kepastian hukum dan keadilan. Metode Penelitian
yuridis normatif, sifat penelitian deskriptif analitis, pendekatan penelitian
pendekatan perundang-undangan, sumber data penelitian adalah data kewahyuan
dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
dan bahan hukum tersier. alat pengumpulan data yang digunakan studi kepustakaan,
dan analisis data adalah kualitatif
Berdasarkan hasil penelitian bahwa penerapan Peninjauan Kembali (PK)
dua kali dalam sistem hukum Indonesia bertujuan untuk memberikan kesempatan
bagi perbaikan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Hal ini
didasarkan pada pertimbangan adanya kesalahan atau kekhilafan yang tidak
terungkap selama proses sebelumnya, serta penemuan bukti baru yang dapat
mengubah isi putusan. Di satu sisi, adanya kemungkinan peninjauan kembali dua
kali dapat menjaga keadilan substantif dengan memberikan ruang untuk
memperbaiki ketidakadilan yang timbul akibat kesalahan dalam putusan atau
kurangnya pengungkapan bukti. Namun, di sisi lain, penerapan peninjauan kembali
dua kali juga menghadirkan tantangan terkait kepastian hukum. Setiap putusan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap sejatinya bersifat mengikat dan final. Oleh
karena itu, jika terdapat peluang untuk melakukan upaya hukum dua kali, hal itu
berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum yang berkepanjangan, yang dapat
merugikan pihak yang telah memperoleh kepastian hukum dari putusan
sebelumnya. Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan yang bijaksana antara
kepastian hukum dan keadilan substantif dalam penerapan PK dua kali, agar tidak
menghadirkan dampak negatif terhadap kepercayaan publik terhadap sistem
peradilan.