Abstract:
Hak cipta memberikan perlindungan dan hak eksklusif bagi pencipta atas
suatu karya ciptanya, termasuk dalam bentuk lagu atau musik. Namun, masih
banyak terjadi pelanggaran hak cipta dimana pengguna lagu atau musik tidak
membayar royalti dan tidak meminta izin kepada pencipta atas penggunaan
ciptaan untuk tujuan komersial. Salah satu kasus pelanggaran terdapat dalam
Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pdt.Sus-HKI/2022. Penelitian ini untuk
mengetahui perjanjian lisensi atas pemutaran lagu menurut hukum kekayaan
intelektual, bagaimana bentuk penghitungan ganti kerugian yang dapat diterapkan
dalam kasus perbuatan melawan hukum yang timbul akibat ketidakpembayaran
royalti oleh pelaku usaha dalam penggunaan lagu tanpa izin dari pencipta lagu,
serta bagaimana pertimbangan hakim dalam penerapan ganti kerugian terhadap
perbuatan melawan hukum yang terjadi atas tidak dilakukannya pembayaran
royalti oleh pelaku usaha terhadap penggunaan lagu tanpa izin pencipta lagu
berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 36 PK/Pdt.Sus-HKI/2022.
Metode penelitian ini mengadopsi pendekatan yuridis normatif dengan
memanfaatkan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan (library
research). Pendekatan ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dengan
memberikan penekanan pada analisis kualitatif dalam pengolahan data,
memungkinkan peneliti untuk secara rinci menganalisis dan mengevaluasi aspek
aspek hukum yang relevan terkait dengan isu yang diteliti.
Hasil penelitian menunjukkan dalam menangani kasus penggunaan lagu
tanpa izin dan ketidakpembayaran royalti, pengadilan Indonesia mendasarkan
keputusannya pada UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan PP No. 56
Tahun 2021. Hakim menerapkan metode penghitungan ganti rugi yang
komprehensif, meliputi: perhitungan berdasarkan tarif royalti standar LMKN,
analisis keuntungan pelaku usaha, estimasi kerugian ekonomi pencipta lagu, serta
pertimbangan faktor-faktor seperti itikad baik, durasi pelanggaran, dan dampak
terhadap reputasi pencipta. Pendekatan ini bertujuan tidak hanya untuk
memulihkan kerugian pencipta lagu, tetapi juga memberikan efek jera kepada
pelanggar. Hakim menggunakan diskresinya untuk menetapkan besaran final
ganti rugi berdasarkan bukti-bukti yang diajukan, dengan memperhatikan prinsip
keadilan dan proporsionalitas. Metode ini telah mendapat penguatan melalui
putusan Mahkamah Agung, menegaskan komitmen sistem hukum Indonesia
dalam melindungi hak cipta dan mencegah pelanggaran di masa depan.