Abstract:
Kepala Daerah adalah kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara
demokratis. kepala daerah berfungsi pula selaku wakil pemerintah di daerah untuk
menjembatani dan memperpendek rentan kembali pelaksanaan tugas dan fungsi
pemerintah termasuk dalam hal serta pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan urusan pemerintahan pada strata pemerintahan Kabupaten dan
Kota. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk megetahui pengisian
jabatan kepala daerah dalam Sistem Hukum Tata Negara, Pencalonan Kepala
Daerah yang memiliki Konflik Kepentingan dalam Sistem Hukum Tata Negara,
Pencalonan Kepala Daerah akibat adanya Konflik Kepentingan dalam Persfektif
Hak Asasi Manusia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
33/PUU/XIII/2015.
Penelitian ini dilakukan dengan sifat deskriftif dengan pendekatan yuridis
normatif yang diambil hanya dari data sekunder dengan mengolah data dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Pengisian Jabatan Kepala
Daerah dalam Sistem Hukum Tata Negara adalah Di dalam Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 15/PUU/V/2007, terdapat ketentuan bahwa pengisian jabatan
Kepala Daerah harus dilakukan melalui pemilihan, dengan kata lain, bahwa
pengisian jabatan kepala daerah tersebut tidak boleh dilakukan melalui cara lain
diluar cara pemilihan, misalnya dengan cara pengangkatan dan penunjukan.
Pencalonan Kepala Daerah yang memiliki Konflik Kepentingan dalam Sistem
Hukum Tata Negara adalah dengan direvisinya UU No. 8 Tahun 2015 pasal 7
huruf r mengenai Konflik Kepentingan, maka Pencalonan Kepala Daerah yang
memiliki konflik kepentingan, tidak terhalang hak nya untuk mencalonkan diri
sebagai Kepala Daerah dalam Pilkada. Pencalonan Kepala Daerah akibat adanya
Konflik Kepentingan dalam Persfektif Hak Asasi Manusia Pasca Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU/XIII/2015 adalah melalui Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU/XIII/2015 dimana pasal 7 huruf r UU No.
8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Deaerah dianggap batal demi hukum dan
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat berdasarkan pertimbangan pasal 27 ayat
(1), 28D ayat (1), 28D ayat (3), 28I ayat (2) UUD 1945 tentang Hak Asasi
Manusia.