Abstract:
Di Indonesia banyak terjadi tindak pidana terhadap kaum difabel, termasuk
penyandang cacat yang tidak memiliki kemampuan bicara atau tuna wicara,
Proses pembuktian yang menyatakan bahwa korban tersebut mengalami tindak
pidana pemerkosaan merupakan suatu hal yang sulit untuk dibuktikan bahwa
korban mengalami atas tindak pidana pemerkosaan. Hak mendapatkan Ahli
bahasa isyarat atau penerjemah menjadi kebutuhan mendasar bagi difabel
terkhusus pada tuna wicara yang menjadi korban tindak pidana mulai dari
pemeriksaan dalam upaya pembuktian di tingkat penyidikan sampai dengan
peradilan.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang
pengaturan penggunaan ahli bahasa isyarat dalam upaya membuktian tindak
pidana pemerkosaan terhadap tuna wicara, dan proses pembuktian keterangan ahli
bahasa isyarat dalam upaya membuktikan tindak pidana pemerkosaan terhadap
tuna wicara, juga hambatan dan solusi keterangan ahli bahasa isyarat dalam
membuktikan tindak pidana pemerkosaan terhadap tuna wicara. Penelitian ini
adalah penelitian hukum empiris, data bersumber dari data primer dengan
melakukan wawancara, dan data sekunder dengan mengelolah data dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwasanya ahli bahasa isyarat atau
penerjemah dalam proses peradilan dimulai dari tingkat penyidikan diatur pasal
120 dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, proses
pembuktian tindak pidana pemerkosaan terhadap tuna wicara sama dengan proses
pembuktian tindak pidana lainnya, hanya saja yang membedakan tuna wicara
membutuhkan ahli bahasa isyarat untuk menjembatani bahasa dengan penegak
hukum polisi, jaksa, dan hakim. Hambatan yang dialami penyidik dalam upaya
membuktikan terjadinya tindak pidana pemerkosaan terhadap tuna wicara dengan
menghadirkan ahli bahasa isyarat untuk membantu korban memberikan
keterangannya di hadapan penyidik. Keterangan yang diberikan oleh seorang ahli
menjelaskan mengenai bidang yang dikuasainya, bukan mengenai pokok perkara
sehingga berkekuatan pembuktian bebas dan tidak mengikat.