Abstract:
Harta bersama menurut Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta
bersama, artinya bahwa harta yang diperoleh selama tenggang waktu antara saat
peresmian perkawinan, sampai perkawinan tersebut putus, baik terputus karena
kematian salah seorang diantara mereka (cerai mati), maupun karena perceraian
(cerai hidup). Dengan demikian, harta yang telah dimiliki pada saat perkawinan
berlangsung dan dibawa masuk ke dalam perkawinan terletak di luar harta
bersama. Ketentuan tersebut tidak menyebutkan dari mana atau dari siapa harta
tersebut berasal, sehingga boleh kita simpulkan, bahwa termasuk dalam harta
bersama adalah : a. Hasil dan pendapatan suami. b. Hasil dan pendapatan istri. c.
Hasil dan pendapatan dari harta pribadi suami maupun isteri sekalipun harta
pokoknya tidak termasuk dalam harta bersama, asal kesemuanya itu diperoleh
sepanjang perkawinan.
Penelitian yang, dilakukan dengan metode penelitian deskriptif analisis
dengan pendekatan yuridis empiris,yang sumbernya didapat dari studi lapangan
dan studi kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data wawancara, studi dokumen dan penelusuran kepustakaan. Analisis
data dilakukan secara analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh gambaran bahwa menetapkan
harta bersama setelah perceraian oleh pengadilan agama pada dasarnya dilakukan
dengan dua cara, yaitu pembagian harta bersama digabung dengan putusan
perceraian serta bentuk putusan tersebut termasuk kopetensi relatif Pengadilan
Agama dalam memutus perkara. Pelaksanaan eksekusi putusan hakim dilakukan
dengan cara eksekusi riil atau nyataeksekusi pembayaran sejumlah uang.Kendala
terhadap putusan hakim mengenai harta bersama yaitu kurangnya koordinasi
antara Pengadilan dalam Pelaksanaan Kejurusitaan, terdapatnya kesulitan
pelaksanaan keputusan dan kurang profesionalnya pejabat Juru Sita. Berdasarkan
dari kendala-kendala tersebut, maka bagi pihak-pihak baik dari kalangan
pelaksana eksekusi maupun dari pihak lain diupayakan adanya tanggung jawab
dan rasa solidaritas yang tinggi sehingga pelaksanaan eksekusi mampu terlaksana
sesuai maksud dari pemohon dan keabsahan dari amar putusan yang mempunyai
hukum tetap. Dalam hal ini kejelian dari penegak hukum didalam memutuskan
perkara, serta kemampuan inteletualitas pelaksana sangat membutuhkan perhatian
serius didalam menegakkan keadilan hukum.