Abstract:
Perusahaan real estate dalam hal pengembang dinyatakan pailit, pembeli atau
konsumen biasanya diposisikan sebagai kreditor konkuren. Posisi sebagai kreditor
konkuren sangat merugikan konsumen, karena mereka akan ditempatkan sebagai
urutan yang terakhir penerima pelunasan piutangnya setelah kreditor preferen.
Hak-hak pembeli tidaklah dipenuhi oleh pelaku usaha sebagaimana mestinya.
Pelaku usaha seakan-akan melepas tanggung jawabnya terhadap konsumen karena
adanya putusan pailit yang dijatuhkan kepada pelaku usaha pengembang properti.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perjanjian antara konsumen dengan
perusahaan real estate jika mengalami kepailitan dan faktor penyebab perusahaan
real estate mengalami kepailitan serta bentuk tanggung jawab perusahaan real
estate kepada konsumen atas terjadinya pailit perusahaan.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan perundang-undangan. Sedangkan sifatnya adalah deskriptif. Data
yang dianalisis hanya data sekunder yaitu dengan mengolah data dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, sedangkan alat
pengumpul datanya adalah studi dokumen dan selanjutnya dianalisis secara
yuridis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa mengenai mekanisme
pembuatan perjanjian jual beli perusahaan ada dua cara, yaitu secara lisan atau
secara tertulis. Meskipun demikian, mengingat kegiatan perdagangan sekarang ini
cukup kompleks dan untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya maupun
terjadinya permasalahan dikemudian hari, maka pada umumnya perjanjian jual
beli perusahaan/perniagaan dibuat dalam bentuk tertulis yang biasanya disebut
kontrak jual beli (Sales Contract). Faktor penyebab suatu perusahaan real estate
mengalami kepailitan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Jika
dipailitkannya suatu perusahaan properti, maka pembeli Apartemen adalah salah
satu kreditur, dan kreditur tersebut mendapatkan haknya sesuai tagihan yang ada.
Oleh karena itu sebagai konsumen akhir juga memperoleh ganti kerugian. Namun
halnya jika tidak terdapat ganti kerugian, maka konsumen akhir (masyarakat), bisa
melakukan upaya hukum, salah satunya yaitu gugatan perdata. Gugatan terhadap
ganti kerugian yang diderita atau dialami oleh konsumen, bisa melalui gugatan
perseorangan ataupun melakukan gugatan class action