Abstract:
Adanya pengaruh perkembangan lingkungan strategis maupun pengaruh
aspek motivasi pelaku, aspek kebijakan atau aspek penegakan hukum, telah
mempengaruhi peningkatan Penyelundupan yang terjadi, baik Penyelundupan
impor maupun Penyelundupan ekspor, meningkatnya kasus Penyelundupan
khususnya Penyelundupan impor telah menimbulkan berbagai dampak, terutama
menurunya kemampuan daya saing produksi dalam negeri di pasaran yang
akirnya akan berpengaruh pula terhadap perbaikan pereonomian nasional.
Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut, maka perlu dilakukan
penanganan masalah Penyelundupan ini baik dari segi preventif, represif dan
penegakan hukum dalam peningkatan penggunaan produksi dalam negeri dengan
fokus pembahasan yaitu: bagaimana Regulasi Terkait Dengan Tindak Pidana
Penyelundupan Pakaian Bekas, bagaimana Penanggulangan Terhadap Tindak
Pidana Penyelundupan Pakaian Bekas di Indonesia, bagaimana
Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyelundupan Pakaian
Bekas di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan metode
pendekatan hukum normatif (yuridisnormatif) dilakukan dengan cara studi
kepustakaan. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data berupa studi dokumen dan penelusuran kepustakaan. yang menjadi pisau
analisis dalam penelitian ini ialah teori kepastian hukum, teori
pertanggungjawaban pidana, dan teori kebijakan hukum pidana.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa aturan hukum terkait pelaku
tindak pidana pengadaan barang dan jasa pada proyek pemerintah, pengaturan
tentang tindak pidana korupsi terdapat dalam Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat
(1), (2), (3) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001. Aturan hukum
terkait mark-up dalam Pasal 66 Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012
Perubahan atas Nomor 54 Tahun 2010. Aturan hukum terkait Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia Tentang Peraturan Hukum Pidana
dikenakan pada Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, akan tetapi dalam putusan tersebut
tidak ditemukan adanya hakim melakukan penjatuhan terhadap terdakwa untuk
mengembalikan keuangan negara sehingga pitusan tersebut tidak tepat sasaran.
Jika hakim mengalihkan pasal 18 maka pelaku tidak akan jera untuk melakukan
tindak pidana korupsi dalam mark-up terhadap pengadaan barang dan jasa
tersebut. Sanksi yang yang diberikan Majelis hakim terhadap terdakwa tidak
mengambarkan keadilan serta ketertiban dimasyarakat, dikarenakan hukuman
yang cenderung ringan serta tidak memberian efek jera terhadap pelaku tindak
ii
pidana korupsi. Upaya penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana (sarana
penal) dan lebih menitikberatkan p n ada sifat “Represive” ( Penindasan /
pemberantasan / penumpasa ) setelah kejah atan atau tindak pidana terjadi. Selain
itu pada hakikatnya sarana penal merupakan bagian dari usaha penegakan hukum
oleh karena itu kebijakan hukum pidan a merupakan bagian dari kebijakan
penegak hukum (Law Enforcement). non-penal dengan fokus utama pada upaya
preventif yang menekankan pada usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk
meminimalkan penyebab dan peluang untuk dilakukannya tindak pidana korupsi,
sehingga model pencegahan yang dapat dilakukan adalah penataan kualitas SDM,
penataan manajemen kerja pada instansi dan organisasi, optimalisasi peran satuan
pengawas internal instansi dan organisasi, peningkatan peran serta masyarakat,
dan penataan Undang-Undang dan perbaikan SDM aparat penegak hukum