Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aturan hukum
praperadilan setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUUXII/2014, untuk menganalisis implikasi putusan Mahkamah Konstitusi No.
21/PUU-XII/2014 atas penetapan tersangka sebagai objek praperadilan, dan
untuk menganalisis dasar pertimbangan hakim praperadilan yang menyatakan
tidak sahnya penetapan tersangka sesuai putusan No: 73/Pid.Pra/2018/PN.Mdn.
Dalam melakukan penelitian ini digunakan metode studi kepustakaan
(Library Research), yakni melakukan penelitian untuk memperoleh data primer
yaitu buku-buku, peraturan perundang-undangan dan sumber referensi utama
lainnya, dan data sekunder adalah bacaan-bacaan tambahan seperti internet dan
dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Disamping itu
dilakukan juga penelitian lapangan (Field Research), dengan cara melakukan
wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aturan hukum tentang praperadilan
telah diatur didalam KUHAP yaitu hanya sebatas memeriksa sah tidaknya
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penuntutan, ganti
kerugian atau rehabilitasi, Kemudian wewenang praperadilan diperluas lagi
melalui putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April
2015, mencakup pengujian sah tidaknya penetapan Tersangka, Penggeledahan
dan penyitaan merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Sehingga
Pengadilan Negeri dalam memeriksa permohonan praperadilan harus
berdasarkan KUHAP dan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Putusan
Mahkamah Konstitusi berimplikasi terhadap hak-hak konstitusional warga
Negara, semakin memberikan hak yang luas bagi warga yang ditetapkan status
tersangka untuk memperjuangkan kepentingannya dan juga memberi hak untuk
membela diri dari kemungkinan kesalahan proses hukum pada tahap penyidikan.
ber implikasi terhadap proses penegakan hukum karena meningkatkan kehatihatian aparat penegak hukum/ penyidik untuk tidak melakukan kesewenangwenangan dalam menetapkan status tersangka, penggeledahan maupun
penyitaan sehingga tidak ada hak warga Negara yang terampas. Implikasi
terhadap sistem ketatanegaraan karena kewenangan MK makin dimaknai secara
luas, tidak hanya sebatas menguji UU terhadap UUD 1945, akan tetapi MK dapat
membentuk norma baru untuk memperluas cakupan Undang-undang. Dasar
pertimbangan hakim praperadilan mengabulkan permohonan pemohon sebahagian
dalam putusan perkara No. 73/Pid.Pra/2018/Pn.Mdn., adalah karena penetapan
tersangka dilakukan lebih dahulu dari surat perintah penyidikan tersangka, sehingga
penetapan tersangka dalam perkara tersebut adalah tidak sah karena cacat prosedur.
Dengan putusan praperadilan tersebut maka hak pemohon untuk segera dibebaskan dan
memperoleh hak ganti rugi atau rehabilitasi. Namun putusan praperadilan tersebut
tidak dipatuhi oleh termohon dan pengadilan karena sidang pemeriksaan pokok
perkaranya tetap dilanjutkan di pengadilan negeri medan dengan No. perkara
93/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn, yang putusannya menghukum terdakwa dengan
penjara 8 tahun dan denda sebesar Rp. 200.000.000 (duaratus juta rupiah).
Dengan demikian terjadi kesenjangan dua putusan terhadap pemohon oleh
Pengadilan Negeri Medan, Sehingga putusan praperadilan tersebut tidak
berfungsi memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi pemohon.