Research Repository

Pelanggaran Hak Kekebalan Terhadap Kebebasan Berkomunikasi menurut Hukum Diplomatik (Studi Kasus Penyadapan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Myanmar)

Show simple item record

dc.contributor.author Harahap, Ihram Maulana
dc.date.accessioned 2020-08-29T03:01:04Z
dc.date.available 2020-08-29T03:01:04Z
dc.date.issued 2020
dc.identifier.uri http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/5022
dc.description.abstract Diplomatik mempunyai tugas fungsi dasar sebagai mewakili Negara dan bangsanya di Negara lain yaitu sebagai penyambung lidah diplomasi antara bangsa dan negara penerima, segala kebijaksanaan yang dilakukan ialah sebagai cerminan diri dari Negara pengirim. Dalam menjalankan tugasnya, para Diplomatik dan gedung perwakilan akan mendapatkan hak kekebalan dan hak keistimewaan yang di berikan Negara penerima. Sebelumnya, berkomunikasi terbatas komunikasi udara membuat kebebasan berkomukasi berkembang antara perwakilan-perwakilan tanpa bahwa melalui kementrian luar negeri. Telah diakui oleh umum semua korespondensi resmi antara suatu perwakilan dan pemerintahannya, dan kebebasannya ini harus dilindungi oleh Negara penerima tercatat di Pasal 28-29. Oleh karena itu, setiap perwakilan Negara di luar negeri mendapatkan hak kekebalan dan keistimewaan oleh Negara penerima. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pelanggaran hak kekebalan terhadap kebebasan berkomunikasi KBRI Di Myanmar menurut hukum internasional serta mengkaji penyelesaian. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan diambil dari data primer dan data sekunder dengan mengelolah data dari bahan hukum primer , bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Negara lain sebagai Negara penerima selalu mengawasi gerak gerik dari Negara tamu mereka agar tidak tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti spionase kegiatan pemerintahan militer. Kebiasaan internasional juga merupakan bagian dari sumber hukum Diplomatik, walaupun kebiasaan internasional ini tidak Negara yang mematuhi kebiasaan internasional. Menyusul merebaknya kasus penyadapan di Yangoon, Mtyanmar tahun 2004 tim gabungan pejabat keamanan RI yang terdiri dari Direktur Keamanan Diplomatik (Deplu), lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), serta gedung KBRI Yangoon , Myanmar secara cermat pada tanggal 24 juni 2004, menunjukkan bahwa junta militer Myanmar secara ilegal menyadap semua aktivitas dan pembicaraan para diplomat Republik Indonesia yang bertugas di Yangoon, Myanmar, sehingga terjadi penurunan frekuensi telepon dari 50Mhz menjadi 30.1Mhz. dengan adanya kasus penyadapan ini kantor KBRI di Yangoon, Myanmar mencerminkan lemahnya sistem pengamanan disekitar gedung perwakilan Diplomatik, dimana yang seharusnya gedung berserta petugas misi Diplomatik dilindungi Konvensi Wina 1961 dengan mendapatkan hak kekebalan sebagai petugas misi dalam menjalankan diplomasinya dengan bebas berkomunikasi, dan bebas dari segala bentuk iuran. en_US
dc.subject Hukum Diplomatik en_US
dc.subject Hak Kekebalan en_US
dc.subject Kebebasan Berkomunikasi en_US
dc.title Pelanggaran Hak Kekebalan Terhadap Kebebasan Berkomunikasi menurut Hukum Diplomatik (Studi Kasus Penyadapan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Myanmar) en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search DSpace


Browse

My Account