Abstract:
Kegagalan bangunan dalam hal ini merupakan satu bentuk tidak
terpenuhinya prestasi seperti yang telah diperjanjikan dalam kontrak konstruksi.
Maka jika suatu prestasi dalam perjanjian tidak terpenuhi hal tersebut
dikategorikan tindak wanprestasi. Penyedia jasa bertanggung jawab atas
kegagalan bangunan tersebut jika hal itu adalah kesalahannya. Tanggung jawab
atas kegagalan bangunan tersebut diatur didalam kontrak konstruksi dalam
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, namun tidak
ditentukan besaran yang tanggung jawab yang harus diberikan penyedia jasa.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum sosiologis (yuridis
empiris) dengan pendekatan yuridis empiris yang diambil data primer dengan
melakukan wawancara dan data sekunder dengan mengolah data dari bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa kasus retaknya pondasi
bangunan milik PT. Musim Mas menjadi tanggung jawab pihak yang melakukan
kesalahan. Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1243 Kitab UndangUndang
Hukum
Perdata
(KUH
Perdata)
dan
Pasal
63
Undang-Undang
Nomor
2
tahun
2017
tentang
Jasa
Konstruksi
bahwa
penyedia
jasa
wajib
memberikan
ganti
rugi
atas
kegagalan
bangunan
karena
kesalahannya.
Pihak
penyedia
jasa
yang
menjalankan
proyek
pembangunan
gudang
tambahan
milik
PT
Musim
Mas
adalah
PT.
Swastika
Nusa
Persada.
Kegagalan
bangunan
dalam
hal
ini
merupakan
satu
bentuk
wanprestasi
karena
objek
pelaksanaannya
tidak
sesuai
dengan
yang
tertuang
dalam
kontrak
konstruksi.
kegagalan
bangunan
penelitian
ini
terjadi
dalam
masa
tahap
awal
pembangunan
bukan
terjadi
setelah
adanya
serah
terima
bangunan,
sehingga
tidak
menggunakan
penilai
ahli.
Walaupun tidak
menggunakan penilai ahli dalam menentukan kegagalan bangunan, kedua belah
pihak berhasil menyusun kesepakatan tentang bagaimana tanggung jawab yang
diberikan kontraktor terhadap kegagalan bangunan. Berdasarkan hasil negosiasi
tersebut membuahkan kesepakatan tentang ganti rugi secara administrasi untuk
membeli bahan material dan membangun ulang pondasi bangunan yang retak.
Dengan demikian upaya penyelesaian tersebut berhasil tercapai secara negosiasi
antara pihak pengguna jasa dan pihak penyedia jasa