Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang memengaruhi
pemindahan Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat ke Yerusalem dari Tel Aviv,
Status hukum Wilayah Yerusalem akibat perpindahan Kantor Kedutaan Besar
Amerika Serikat dari Tel Aviv, dan tanggapan masyarakat Internasional terhadap
perpindahan Kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat ke Yerusalem dari Tel Aviv.
Jenis penelitian penelitian normatif dengan pendekatan yang menjabarkan
asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal,
perbandingan hukum dan sejarah hukum. Sumber bahan hukum yang diperoleh
berupa bahan hukum primer melalui resolusi dan prinsip, bahan hukum sekunder
melalui studi kepustakaan yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan
bahan hukum tersier. Penulis menggunakan teknik analisis menggunakan metode
deskriptif normatif.
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukan bahwa Faktor yang
memengaruhi rencana pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat ke
Yerusalem adalah Undang-Undang tentang status Yerusalem Tahun 1995
(Jerusalem Embassy Act) dan desakan dari Kongres Amerika Serikat yang
menegaskan bahwa AS harus mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan
Kedutaan Besar AS harus dipindahkan ke kota itu. Keputusan Presiden
Amerika Serikat Donald Trump yang secara resmi mengakui Yerusalem
sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya dari Tel
Aviv ke Yerusalem secara jelas dan pasti telah melanggar isi Resolusi Dewan
Keamanan PBB No. 478 tahun 1980 karena status dari kota Yerusalem dan isi
dalam resolusi tersebut tidak memperbolehkan suatu negara membuka perwakilan
diplomatik di kota tersebut. Pemindahan tersebut melanggar prinsip nonintervensi
karena
telah
membuat
aturan
yang
menentukan
permasalahan
di
negara
lain,
serta Dewan Keamanan PBB dapat menjatuhkan sanksi sebagai implikasi
yuridis yang harus diterima Amerika Serikat menurut Piagam PBB. Keputusan
sepihak Presiden AS Donald Trump tersebut menyulut kecaman internasional,
termasuk dari negara-negara Uni Eropa, Jerman dan Perancis juga sudah
mendesak Donald Trump agar tidak mengambil tindakan gegabah mengubah
satus quo Yerusalem. Organisasi Kerjasama Islam (OKI) yang beranggotakan 57
negara mengatakan, mengubah status Yerusalem adalah "agresi telanjang"
terhadap dunia Arab dan Muslim. Di sisi lain, Organsasi Liga Arab menyatakan
bahwa langkah ini akan menjadi tindakan berbahaya yang bakal berakibat buruk
di seluruh Timur Tengah. Arab Saudi, sekutu penting Amerika Serikat, juga sudah
bereaksi keras menentang langkah Donald Trump