Research Repository

Sinkronisasi Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia Menurut Hukum Positif Indonesia

Show simple item record

dc.contributor.author Hasugian, Andre Atalaric
dc.date.accessioned 2020-08-06T06:57:30Z
dc.date.available 2020-08-06T06:57:30Z
dc.date.issued 2020-07-27
dc.identifier.uri http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/4690
dc.description.abstract Mahkamah Konstitusi sebelumnya menempatkan posisi Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi lembaga merdeka yang menjalankan fungsi yudikatif (fungsi kehakiman) melalui putusannya bernomor 012 – 016 – 019 / PUU – IV / 2006. Pada saat ini Mahkamah Konstitusi melalui putusannya yang bernomor 36 / PUU – XV / 2017 menyatakan bahwa karena KPK bertugas untuk penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan perkara tindak pidana korupsi maka KPK ditempatkan sebagai lembaga eksekutif khusus sehingga Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan hak angket kepada KPK. Pertentangan antara putusanputusan MK tersebut dapat menyulitkan majelis hakim Mahkamah Konstitusi apabila kasus serupa muncul kembali dan apakah harus mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 atau 2017? Tujuan dari penelitian disini yaitu untuk mencari tahu bagaimana sinkronisasi antara kedua putusan MK tersebut dan apa saja faktor-faktor yang dapat mengurangi efektifitas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam memberantas korupsi menurut hukum positif di Indonesia. Jenis dan pendekatan penelitian yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder sebagai sumber data utamanya. Data sekunder adalah peraturan perundang-undangan, dokumen, laporan, buku ilmiah, dan hasil penelitian terdahulu atau secara singkat disebut sebagai data kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa putusan MK yang bernomor 36 / PUU - XV / 2017 bertentangan dengan putusan MK sebelumnya yang bernomor 012 - 016 - 019 / PUU - IV / 2006 khususnya kelembagaan KPK dalam tatanegara Indonesia yang ditempatkan dalam ranah eksekutif oleh majelis hakim MK. Sebelumnya MK melalui putusannya bernomor 012 - 016 - 019 / PUU - IV / 2006 menempatkan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga independen dalam ranah yudikatif karena melaksanakan fungsi kehakiman. Kontradiksi pada putusan Mahkamah Konstitusi yang bernomor 012 - 016 - 019 / PUU - IV / 2006 dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 36 / PUU - XV / 2017 diperbolehkan dengan syarat ada alasan masuk akal (logis) yang tepat serta tidak bisa hanya bertajuk berdasarkan keyakinan seorang hakim semata. Masuknya lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi kedalam ranah eksekutif menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentu bertentangan dengan independensi Komisi Pemberantasan Korupsi yang dicetuskan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi No. 012 - 016 - 019 / PUU - IV / 2006, ini diakibatkan karena Putusan Mahkamah Konstitusi memiliki sifat mengikat secara permanen en_US
dc.subject Komisi Pemberantasan Korupsi en_US
dc.subject Ketatanegaraan Indonesia en_US
dc.subject Hukum Positif Indonesia en_US
dc.title Sinkronisasi Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia Menurut Hukum Positif Indonesia en_US
dc.type Thesis en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Search DSpace


Browse

My Account