Please use this identifier to cite or link to this item: http://localhost:8080/handle/123456789/27613
Title: ANALISIS HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU INFANTISIDA AKIBAT BABY BLUES SYNDROM
Authors: CHAIRUL, AL UBAY
Keywords: Infantisida;Baby Blues;Hukum Pidana
Issue Date: 23-Apr-2025
Publisher: umsu
Abstract: Infantisida merupakan tindak pidana pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu kandungnya, sering kali dipengaruhi oleh kondisi psikologis pasca-persalinan seperti baby blues syndrome. Meskipun baby blues tidak tergolong gangguan jiwa berat, kondisi ini dapat berdampak signifikan pada kestabilan emosi dan kontrol diri ibu. Di Indonesia, belum terdapat ketentuan hukum yang secara eksplisit mengatur baby blues sebagai alasan pembelaan dalam kasus infantisida. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan hukum pidana terhadap pelaku infantisida yang mengalami baby blues, mengevaluasi dasar pertimbangan hukumnya, serta membandingkan perlakuan hukum terhadap pelaku dengan dan tanpa gangguan psikologis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bertujuan untuk mengkaji norma-norma hukum yang berlaku, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, serta didukung oleh data yang diperoleh melalui studi pustaka dari berbagai sumber hukum dan psikologi yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem hukum pidana di Indonesia hingga saat ini belum secara tegas mengakui baby blues syndrome sebagai dasar pembelaan pidana dalam kasus infantisida. Meskipun Pasal 341 KUHP memberikan keringanan hukuman bagi ibu yang membunuh anaknya segera setelah dilahirkan, dan Pasal 44 KUHP memberikan peluang penghapusan pertanggungjawaban pidana bagi pelaku yang mengalami gangguan jiwa, namun belum ada regulasi khusus yang mengakomodasi baby blues sebagai kondisi medis yang relevan dalam pertanggungjawaban hukum. Penerapan pasal-pasal tersebut terhadap pelaku infantisida yang mengalami baby blues sangat bergantung pada hasil pembuktian medis secara objektif, terutama melalui keterangan dari ahli psikiater atau psikolog forensik. Dalam praktiknya, pelaku yang mengalami gangguan psikologis dapat memperoleh pembelaan berupa pengurangan atau penghapusan pidana, berbeda dengan pelaku tanpa gangguan mental yang dikenai sanksi maksimal. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan hukum dan penyusunan pedoman teknis yang lebih spesifik guna menjamin keadilan yang berimbang antara perlindungan terhadap korban dan pemenuhan hak pelaku yang mengalami gangguan psikologis pascapersalinan.
URI: http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/27613
Appears in Collections:Legal Studies

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
SKRIPSI_AL UBAY CHAIRUL (2106200472).pdfFull Text1.32 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.