Abstract:
Pemilihan kepala daerah merupakan wujud nyata kedaulatan rakyat,
yang tercantum dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945,
menyatakan "Gubernur, Bupati, dan Walikota dipilih secara demokratis
sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota", dalam konteks
ini, keberadaan Aparatur Sipil Negara (ASN) sangatlah penting. Diharapkan,
ASN dapat menjaga netralitas yang kuat. Apabila ditemukan keterlibatan
ASN yang dengan sengaja mendukung salah satu calon, maka ASN tersebut
akan diproses secara hukum. Jika terbukti, tentunya melanggar aturan
netralitas ASN Pasal 2 huruf (f) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023
Tentang Aparatur Sipil Negara, dan hal tersebut termasuk ke dalam kategori
pelanggaran Pilkada yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif,
menempatkan hukum sebagai norma yang menguraikan doktrin dan asasilmu
hukum. jenis penelitian adalah deskriptif berfokus pada penggambaran
keadaan, menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan
konsep, dan pendekatan kasus, sumber data yang digunakan adalah data
kewahyuan dan data sekunder, alat pengumpul data yang digunakan adalah
studi kepustakaan, yang menggunakan metode analisis kualitatif menekankan
pada pengkajian data berdasarkan kualitas dan keterkaitannya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa selama
ini Mahkamah Konstitusi jarang memutus perkara Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum Pilkada terkait dengan keterlibatan ASN secara TSM.
Mahkamah sebaikanya melakukan penelusuran kembali terkait dengan
keterlibatan ASN pada saat Pilkada bukan hanya mendengarkan keterangan
dari pihak pemohon, KPU dan Bawaslu, dan juga penting untuk menghapus
ambang batas pelanggaran yang bersifat TSM, jika terindikasi sebagai
belanggaran yang bersifat TSM maka seharusnya Mahkamah melakukan
pembuktian pelanggaran tersebut, karena pada kenyataannya Mahkamah
akan melakukan proses pembuktian jika telah memenuhi ambang batas saja,
dan juga penting melakukan penguatan pelaksanaan kepada badan-badan
penyelenggara Pilkada, hal tersebut dilakukan karena Mahkamah adalah
pintu terakhir bagi para calon yang merasa dirugikan terhadap adanya
indikasi kecurangan, dan hal tersebut akan berdampak bagi masyarakat
karena mendapatkan pemimpin yang tidak berdasarkan pemilihan yang
berlandasaskan kepada prinsip luber dan jurdil.