dc.description.abstract |
Pemalsuan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) merupakan
pelanggaran hukum pidana, pelaku kejahatan pemalsuan SKCK ini dapat dijerat
dengan pasal dan sanksi hukum yang berlaku pada Pasal 263 KUHP, dengan
ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun. Oknum pemalsu SKCK pada
perbuatan unsur pidananya telah melakukan tindakan ini secara sengaja, dengan
maksud dan tujuan tertentu baik pada olah data maupun memperpanjang masa
berlaku pada SKCK tersebut. SKCK palsu banyak digunakan untuk mengaburkan
data kejahatan seorang narapidana dan/atau untuk kepentingan formal pada
pelayanan publik lainnya. Hal ini juga ditenggarai dari banyaknya antrian para
pemohon pembuat SKCK, jarak rumah yang jauh dari kantor kepolisian dan/atau
untuk mengelabui urusan pada pelayanan publik lainnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penegakan hukum terhadap
tindak pidana pemalsuan Surat Keterangan Catatan Kepolisian dengan pendekatan
yuridis normatif. Fokus penelitian adalah mengkaji regulasi yang berlaku, bentuk
tindak pidana pemalsuan Surat Keterangan Catatan Kepolisian, dan penegakan
hukum terhadap pelaku tindak pidana pemalsuan Surat Keterangan Catatan
Kepolisian.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini didapati
bahwa faktor sosial, ekonomi, dan budaya sering menjadi pendorong terjadinya
tindak pidana ini. Selain itu, lemahnya sistem verifikasi manual dalam penerbitan
Surat Keterangan Catatan Kepolisian menjadi celah yang dimanfaatkan oleh
pelaku. Untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum, diperlukan penguatan
sistem digital terintegrasi yang melibatkan institusi terkait seperti Polri, Dukcapil,
dan Kemenkumham guna meminimalkan potensi pemalsuan. Penelitian ini
merekomendasikan perlunya peningkatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai
konsekuensi hukum dari pemalsuan Surat Keterangan Catatan Kepolisian serta
profesionalisme aparat dalam proses penyelidikan hingga persidangan. |
en_US |