Abstract:
Zina dikatakan sebagai suatu tindakan yang bertentangan dengan nilai dan
norma hukum dan haruslah dijatuhi hukuman. Sebab mengingat dampak yang
timbul akibat tindakan tersebut sangatlah buruk. Tindak pidana zina di Indonesia
diatur dalam KUHP dalam Bab XIV tentang kejahatan terhadap kesusilaan dan
secara khusus mengatur perzinaan tercantum dalam pasal 284 kitab UndangUndang
Hukum
Pidana.
Pada
pasal
284
Kitab
Undang-
Undang
Hukum
Pidana
Indonesia
disebutkan
bahwa
seseorang
diancam
pidana
apabila
melangsungkan
zina
salah
seorang
dari
wanita
maupun
pria
atau
juga
terhadap
kedua-duanya
pada
status
sudah
kawin/terikat
pernikahan.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan Yuridis Normatif dan menggunakan data bersumber dari Al-Qur’an
dan Hadist kemudian data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka diperoleh gambaran,
bahwa zina menurut pasal 284 KUHP adalah persetubuhan yang dilakukan oleh
laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau laki-laki yang
bukan isteri atau suaminya atau dalam KUHP menyebutkan perbuatan zina
merupakan perbuatan yang mengkhianati ikatan perkawinan yang suci. Dalam
Hukum Jinayat memandang perbuatan zina sebagai hal yang melanggar norma
dan nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat. Hukum Islam memandang setiap
hubungan kelamin diluar nikah sebagai zina, baik pelaku sudah kawin atau belum,
dilakukan dengan suka sama suka atau tidak. Sedangkan dalam Qanun Aceh, tidak
mengkategorikan zina sebagai perbuatan yang tercela yang merusak moral dan
garis keturunan seorang manusia. Pelaksanaan dan pemberlakuan ancaman
hukuman tindak pidana zina menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) terdapat dalam Pasal 284 KUHP. Dalam pasal ini akan berlaku jika ada
aduan yang dilakukan atas dirugikannya pihak tertentu dalam perzinaan tersebut.
Sedangkan pemberlakuan ancaman hukuman tindak pidana zina dalam Qanun
dilakukan setelah dilakukannya pembuktian dan adanya kekuatan hukum tetap
dari hakim Mahkamah Syariah dan dilaksanakan dengan ketentuan yang berlaku
dalam Bab VIII tentang pelaksanaan ‘uqubat di Qanun Aceh.