Abstract:
Penelitian ini menganalisis perlindungan hukum yang diberikan kepada
trader dalam kasus tindak pidana investasi fiktif dengan mengkaji Putusan
Pengadilan Tinggi Nomor 117/Pid.Sus/2022/PT. BTN. Fokus penelitian ini adalah
untuk mengevaluasi sejauh mana sistem hukum Indonesia melindungi hak-hak
trader yang menjadi korban dari tindakan penipuan investasi yang bersifat fiktif.
Studi ini dalam pendekatan yuridis normatif dengan metode analisis
putusan pengadilan sebagai alat utama. Penelitian ini dalam pendekatan deskriptif
yaitu penelitian yang hanya semata-mata melukiskan keadaan objek atau
peristiwanya tanpa suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang
berlaku secara umum.
Dari hasil penelitian dapat digambarkan bahwa kualifikasi tindak pidana
investasi fiktif dalam hukum pidana Indonesia diatur melalui pasal-pasal tentang
penipuan yaitu Pasal 28(1) jo 45(1). Investasi fiktif, yang sering melibatkan
penawaran produk yang tidak ada atau tidak sesuai dengan deskripsi, dianggap
sebagai tindak pidana jika pelaku dalam tipu muslihat untuk meraih keuntungan
secara melawan hukum. Penegakan hukum ini penting untuk melindungi trader
dan masyarakat dari kerugian serta memastikan keadilan dalam sistem hukum
Indonesia. Bentuk perlindungan hukum terhadap trader yang menjadi korban
investasi fiktif mencakup penegakan hukum yang tegas, hak kompensasi, edukasi
tentang risiko, serta regulasi dan pengawasan ketat. Pasal-pasal pidana seperti
penipuan dan penggelapan memastikan pelaku dihukum, sementara proses perdata
memungkinkan korban mengklaim ganti rugi. Edukasi meningkatkan
kewaspadaan trader, dan regulasi ketat oleh otoritas seperti OJK dan Bappebti
mencegah praktik investasi fiktif, menjadikan perlindungan hukum lebih efektif
dan menyeluruh. Putusan Nomor 117/Pid. Sus/2022/PT. BTN menegaskan
perlindungan hukum bagi trader korban investasi fiktif. Pengadilan menerapkan
Pasal 28 ayat 1 UU ITE untuk menghukum pelaku penipuan dan memerintahkan
restitusi sebagai kompensasi bagi korban. Putusan ini menekankan pentingnya
pengembalian dana serta perlunya pengawasan ketat dan edukasi untuk mencegah
penipuan di masa depan, menjadi preseden penting bagi kasus serupa.