Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis peran hukum adat Karo
dalam penyelesaian tindak pidana pada suku Karo dan faktor penghambat penerapan
Restorative Justice dan Solusi dalam penyelesaian tindak pidana pada suku Karo di
wilayah hukum Kejaksaan Negeri Deli Serdang. Jenis penelitian yang digunakan adalah
yuridis empiris yakni penelitian yang menggunakan data informasi yang diperoleh
langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan.
Sifat penelitian deskriptif analisis dengan observasi lapangan di Kejaksaan Negeri Deli
Serdang. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Hasil penelitian ini
adalah Suku Karo menyelesaikan tindak pidananya melalui musyawarah yang dalam
Adat Karo disebut dengan Purpur Sage (musyawarah perdamaian). Setiap tindak pidana
diberikan sanksi denda adat tergantung tindak pidana yang dilakukan dan seberapa besar
kerugian yang terjadi. Faktor penghambat penerapan Restorative Justice dalam
penyelesaian tindak pidana pada Suku Karo di wilayah hukum Kejaksaan Negeri Deli
Serdang diantaranya adalah musyawarah yang melibatkan banyak pihak sulit menentukan
keputusan yang akan diambil terhadap permasalahan ketika sanksi atau denda yang
ditentukan sulit untuk dipenuhi oleh pihak pelaku dan korban. Musyawarah mufakat
sebagai bentuk Restorative Justice belum mendapatkan landasan yuridis yang kuat,
penerapan Restoratif Justice sepenuhnya tergantung pada kewenangan diskresi
penuntutan yang dimiliki oleh Jaksa. Sebagai solusi penerapan Restoratif Justice adalah
kewenangan Jaksa dalam melaksanakan diskresi Penuntutan (prosecutorial discretionary
atau opportuniteit beginselen) mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai-nilai keadilan
yang hidup di masyarakat memiliki arti penting dalam rangka mengakomodasi
perkembangan kebutuhan hukum dan rasa keadilan di masyarakat yang menuntut adanya
perubahan paradigma penegakan hukum dari semata-mata mewujudkan keadilan
retributif (pembalasan) menjadi keadilan restoratif. Setelah terjadi perdamaian, kedua
belah pihak yang berperkara pada Suku Karo dapat menghentikan proses hukum terhadap
pelaku tindak pidana dan tidak melanjutkan proses peradilan. Pembuatan akta perdamaian
adat Karo perlu dilakukan karena akta perdamaian tersebut mengikat dan dapat dilakukan
eksekusi.