Abstract:
Keadilan restoratif (restorative justice) adalah sebuah upaya atau pendekatan
model baru di Indonesia yang sangat dekat dengan asas Musyawarah yang merupakan jiwa
bangsa Indonesia sendiri. Pemidanaan adalah sebagai upaya hukum terakhir
(ultimumremedium) dapat dihindari, jika konflik yang muncul dalam masyarakat dapat
diselesaikan oleh kedua pihak dengan mengutamakan rasa keadilan dari kedua pihak yang
bersengketa. Berempati oleh pertautan aspek hukum negara dengan hukum tindak pidana
penggelapan sebagaimana diuraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas
penelitian ini dengan mengetengahkan judul; “Implementasi Keadilan Restoratif Dalam
Penegakan Hukum Tindak Pidana Penggelapan (Studi di Kejaksaan Negeri
Simalungun)”. Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui dan menganalisa
mekanisme penuntut umum dalam menerapkan restorative justice terhadap pelaku
penggelapan; Untuk mengetahui hambatan penuntut umum dalam menerapkan restorative
justice terhadap pelaku tindak pidana penggelapan; Untuk mengetahui implementasi
restorative justice terhadap pelaku tindak pidana penggelapan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif karena penelitian ini
mengacu kepada aturan-aturan hukum yang berlaku, yang terdapat di dalam peraturan
perundang-undangan. Yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara
menganalisa bahan pustaka atau data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.
Adapun hasil kesimpulan dalam penelitian ini yakni : Penerapan keadilan restoratif
dalam perkara tindak pidana penggelapan memberikan keleluasaan kepada masyarakat
dalam menyelesaikan masalah dalam komunitas masyarakat dalam ini penyelesaian
perkara tindak pidana penggelapan, di mana penggelapan berupa suatu perkara tindak
pidana yang bersifat privat antara orang-perorangan (naturlijkepersonen) dan atau badan
hukum sebagai suatu subjek hukum yang diangkat oleh hukum (Recht Personen) sehingga
menjadikan keadilan restoratif sebagai wujud dari respon masyarakat dalam cara
masyarakat itu sendiri menyelesaikan konflik tersebut. Pelaksanaan penghentian
penuntutan dilakukan melalui Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 Tahun 2020 dalam
Pasal 351 sampai dengan Pasal 356. Penyelesaian kasus tindak pidana penggelapan biasa
dilakukan secara keadilan restoratif yang menyertakan pelaku, korban, keluarga
korban/pelaku, serta pihak-pihak yang berkaitan untuk bersama menemukan
penanggulangan yang adil pada kondisi awal serta buka pembalasan. Hambatan dalam
penanggulangan tindak pidana penggelapan berdasarkan keadilan restoratif di Kejaksaan
Negeri Simalungun adalah korban/pelaku dan para pihak sulit untuk didamaikan. Dan
hambatan lainnya adalah waktu dan biaya yang telah ditentukan. Waktu yang telah
ditentukan ialah 14 hari, terlewat dari hari yang telah ditentukan maka penghentian
penuntutan tersebut gagal.