Abstract:
Fenomena jasa titipan (jastip) berkembang seiring perkembangan teknologi yang
ada dan didukung oleh keinginan memiliki suatu barang yang memiliki nilai ekonomi
maupun prestise yang tinggi di masyarakat. Jastip sudah marak sejak Tahun 2017,
puncaknya pada Tahun 2019 semakin marak karena dirasa sudah mengganggu produk
dalam negeri terlebih menghindari dari ketentuan pajak yang ada. Karena bagi pihak yang
pandai melihat peluang, jastip dijadikan kesempatan berusaha bahkan menjadi profesi yang
didukung. Rumusan masalah penelitian ini yaitu, Pengaturan hukum tentang usaha jasa
titip luar negeri yang diduga sebagai bentuk tindak pidana penggelapan barang impor, Apa
faktor penyebab terjadinya penggelapan barang impor oleh pelaku usaha jasa titip luar
negeri, dan Pertanggungjawaban pelaku usaha yang melakukan penggelapan barang impor.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan Undang undang (statue approach). Sumber bahan hukum yang digunakan dalam melakukan
penelitian ini yaitu, data kewahyuan, dan data sekunder. Alat pengumpul data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan studi documentasi.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa Pengaturan hukum tentang usaha
jasa titip luar negeri, pelaku usaha jasa titip mengikuti aturan bea masuk terhadap barang
yang dibawa dari luar negeri untuk diperjual belikan di Indonesia. Aturan tersebut mengacu
pada Undang-undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan. ketentuan membawa
barang-barang dari luar negeri telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 203/PMK.04/2017 menetapkan pembebasan bea masuk FOB USD 500 (lima ratus
United States Dollar). Ketentuan yang seharusnya digunakan untuk barang milik pribadi
(personal use) justru dimanfaatkan oleh pelaku usaha jasa titip untuk membawa barang
titipan untuk diperjual belikan. Hal ini dapat dikategorikan pelanggaran dibidang
kepabeanan. Pertanggungjawaban pelaku usaha jasa titip luar negeri yang melakukan
penggelapan pajak dan barang Impor, dapat dikenanakan pajak apabila melebihi ketentuan
yang telah ditetapkan, dan sanksi administrasi berupa pembayaran kekurangan pajak dan
bea masuk berupa denda minimal 1 juta dan maksimal 50 juta, dan atau sanksi pidana Pasal
102 sampai dengan Pasal 111. Sanksi minimal pidana penjara 1 (satu) tahun dan maksimal
10 (sepuluh) tahun, dan denda minimal 50 juta rupiah dan maksimal 5 milyar rupiah.