Abstract:
Harta warisan merupakan salah satu permasalahan penting dalam
kehidupan bermasyarakat. Ketentuan pembagian harta warisan diatur dalam
KUHPerdata dan Hukum Islam. Persoalan muncul ketika orang tua mengklaim
hak atas harta warisan anak yang telah berkeluarga. Penelitian ini bertujuan
menganalisis dasar hukum dan batasan hak orang tua atas harta warisan anak yang
sudah berkeluarga menurut KUHPerdata dan Hukum Islam. Rumusan masalah
meliputi bagaimana kedudukan harta warisan anak yang sudah berkeluarga,
apakah orang tua berhak atas harta tersebut, dan batasan hak orang tua jika
memang berhak.
Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan
pendekatan perundang-undangan. Data diperoleh dari studi kepustakaan terhadap
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara
hukum waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dan
hukum waris Islam terkait hak orang tua atas harta peninggalan anak yang telah
berkeluarga. Dalam KUHPerdata, orang tua (ibu dan ayah) tidak memiliki hak
waris sama sekali atas harta anak yang telah menikah, sedangkan dalam hukum
waris Islam, orang tua masih memiliki hak waris meskipun dengan bagian yang
terbatas. Dalam hukum waris Islam, jika pewaris tidak memiliki keturunan, ibu
mendapat 1/3 dan ayah mendapat sisa harta, sementara jika pewaris memiliki
keturunan, bagian ibu menjadi 1/6 setelah diambil untuk suami/istri dan anak
anak pewaris. Bahkan dalam kasus tertentu, seperti al-gharawain, aturan dalam
Kompilasi Hukum Islam memberikan perlindungan yang lebih kuat bagi orang tua
dengan mengatur ibu mendapat 1/3 sisa harta warisan. Hal ini menunjukkan
bahwa hukum waris Islam memberikan porsi yang lebih besar dan jaminan yang
lebih baik bagi hak waris orang tua dibandingkan sistem waris perdata.