Abstract:
Penegakan hukum adalah proses yang dilakukan sebagai pedoman
perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, dalam hal ini adalah
penegakan hukum pidana terhadap pungutan liar di Wilayah Kepolisian Sektor
Percut Sei Tuan. Seperti yang kita ketahui pungutan liar sudah menjadi penyakit
masyarakat yang telah membudaya dan sulit diberantas sampai ke akar-akarnya.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk modus dari kejahatan pungutan
liar, apa saja hambatan atau kendala dalam penindakan kejahatan pungli dan
penegakan hukum pidana terhadap kejahatan pungutan liar.
Penelitian ini dilakukan di Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan dengan
memilih instansi yang terkait dengan perkara ini. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris, dengan melakukan
penelitian secara langsung di lapangan. Sumber data penelitian berupa bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode pengumpulan data dan
dilakukannya teknik wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa bentuk modus yang termasuk
dalam kejahatan pungutan liar di Wilayah Kepolisian Sektor Percut Sei Tuan ini
dengan mengatur jalan yang tanpa jelas keterangannya bisa disebut juga dalam
istilah pak ogah atau juga juru parkir liar dan juga dengan SPSI jasa bongkar muat
barang dengan meminta uang keamanan. Adapun hambatan dan upaya
pencegahan kepolisian terhadap pungutan liar yang terjadi diwilayah Sektor
Percut Sei Tuan salah satunya kurang nya pengetahuan masyarakat tentang hukum
sehingga masyarakat setempat kurang memahami tentang pungli, masyarakat juga
masih menganggap hal itu sebagai perbuatan yang wajar. Upaya yang dilakukan
Polsek Percut dalam menangani kasus pungli khususnya diwilayah Percut Sei
Tuan dengan melakukan rutin setiap hari karena dengan dilakukannya kegiatan
rutin tersebut untuk memberi rasa aman kepada masyarakat setempat dan juga
dengan dilakukannya sosialisasi dalam masyarakat agar bisa menegakkan hukum
terhadap pungli. Dalam hal ini pelaku tindak pidana pungli atau dapat dikatakan
korupsi dikenakan Pasal 12 huruf e UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang dimana pelaku dijerat hukuman minimal 4 tahun
penjara