Abstract:
Main hakim sendiri (Eigenrichting) merupakan tindakan individu atau
kelompok yang mengambil alih penegakan hukum dengan kekerasan di luar proses
hukum yang sah. Praktik ini sering didorong oleh kekecewaan terhadap sistem
peradilan, amarah, atau keinginan balas dendam, namun berujung pada pelanggaran
hak asasi manusia dan konsekuensi hukum yang berat. Oleh karena itu, tindakan
main hakim sendiri harus dikecam dan dilawan. Penegakan hukum harus dilakukan
melalui proses yang sah dan adil, dan setiap orang harus menghormati hukum yang
berlaku.
Penelitian ini mengevaluasi fenomena main hakim sendiri di Indonesia.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan
yuridis normatif yang menggunakan analisis bersifat deskriptif dengan data yang
diperoleh berupa data yang bersumber dari hukum islam dan data sekunder yang di
dukung oleh bahan hukum tersier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan delik pidana berupa
tindakan main hakim sendiri menurut KUHP diatur dalam Pasal 170, Pasal 351,
Pasal 406, Pasal 338 dan dalam putusan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam
pidana di dalam putusan Nomor 2526/Pid. B/2022/PN.Mdn pelaku tindakan main
hakim sendiri didakwa dengan Pasal 170 ayat (2) kitab ke 3. Kualifikasi delik
tindakan main hakim sendiri (Eigenrichting) yang mengakibatkan timbulnya
korban jiwa dalam hukum pidana adalah perbuatan terdakwa telah memenuhi
semua unsur dakwaan dalam Pasal 170 KUHP ayat (2) kitab ke 3 sehingga majelis
hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10
tahun. Meskipun putusan tersebut didasarkan pada pemenuhan unsur dakwaan,
penelitian menyatakan bahwa penegakan hukum terhadap main hakim sendiri
belum mencerminkan efektivitasnya. Dalam konteks ini, perlu proses hukum yang
lebih sesuai dengan keadilan dan kepastian hukum bagi korban. Metode penelitian
yang digunakan adalah yuridis normatif dengan data sekunder dan wawancara
pakar hukum. Temuan menyoroti pentingnya penegakan hukum yang efektif
terhadap tindakan main hakim sendiri yang memenuhi unsur Pasal 170 atau 351
KUHP guna mencapai keadilan bagi terdakwa dan juga korban.