Abstract:
Penelitian ini bermula dari adanya problematika dalam tata cara pemeriksaan
saksi silang di Pengadilan Agama khususnya di Pengadilan Agama Medan.
Problematika yang timbul disebabkan adanya perbedaan hakim dalam
memberikan izin dan melarang kepada para pihak yang bersengketa untuk
bertanya terhadap saksi yang dihadirkan lawan dalam upaya memberikan dan
menggali fakta di persidangan. Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman keberadaan asas audi et alteram partem ini dengan
meyebutkan bahwa “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang”.
Metode penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif,
sedangkan Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif.
Penelitian ini dimaksudkan agar peneliti dapat mengetahui dan menggambarkan
yang terjadi di lapangan dan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang di ketengahkan. Sehingga dalam
pendekatan empiris-yuridis peneliti melakukan wawancara terhadap hakim,
advokat, para pihak yang berkaitan untuk mengetahui apa yang menjadi
problematika penerapan pemeriksaan silang (cross examination) pada saksi dalam
perkara gugatan contentiosa di Pengadilan Agama Medan.
Berdasarkan hasil penelitian perbedaan penerapan pemeriksaan silang (cross
examination) atas saksi di dalam perkara gugatan contantiosa di pengadilan
agama medan didapati ada hakim tidak memperbolehkan pemeriksaan saksi silang
tergantung pada prespektif hakimnya sendiri hasil dari wawancara yang peneliti
lakukan terhadapat advokat yang sering berpraktek di wilayah hukum Pengadilan
Agama Medan. Akibat yang ditimbulkan hilangnya hak individual setiap pihak
dalam jalannya persidangan, dan adanya pelanggaran hukum acara terkait para
pihak yaitu penggugat maupun tergugat dalam melakukan pemeriksaan silang
saksi.