Abstract:
Sistem pemilihan umum merupakan mekanisme untuk menangani konflik politik
yang timbul akibat persaingan dan pertentangan yang ditimbulkannya, selain fungsi utama
sistem pemilu sebagai cara untuk membentuk badan-badan pemerintahan, karena itu sistem
pemilu bermaksud membuat partai-partai politik mengurangi sikap dan tindakan sektarian,
eksklusif dan memecah belah masyarakat guna memperoleh dukungan. Tujuan dari
penelitian ini , yaitu: untuk mengetahui bentuk praktek politik uang dalam pelaksanaan
pemilihan umum legeslatif di Indonesia, untuk mengetahui ketentuan hukum pidana bagi
penerima politik uang dalam pelaksanaan pemilihan umum legeslatif di Indonesia dan
analisis bagi penerima politik uang dalam pemilihan umum.
Jenis penelitian ini merupakan, penelitian hukum normatif atau kepustakaan
dengan pendekatan Undang-undang (statue approach). Penelitian ini bersifat deskriptif,
sumber bahan hukum yang digunakan dalam melakukan penelitian ini, yaitu: data
kewahyuan, QS. Al-Baqarah:143 dan data sekunder, yang terdiri dari, bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier, Alat pengumpul data yaitu: studi
kepustakaan (library research); studi dokumen (document study) dan studi arsip (file or
record study.Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis
yang bersifat.
Hasil penelitian ini adalah Bentuk praktek politik uang dalam pelaksanaan
pemilihan umum legeslatif di Indonesia yaitu berupa Berbentuk Uang (Cash Money)
Berbentuk Fasilitas Umum.Serangan fajar. Ketentuan hukum pidana terhadap praktik
politik uang dalam pelaksanaan pemilihan umum legeslatif di Indonesia yaitu terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pada Pasal 515
dan 523 ayat (1), (2) dan (3) terdapat tiga kategori sanksi politik uang berdasarkan
waktunya, yakni pada saat kampanye, masa tenang, serta saat pemungutan dan
penghitungan suara. Pertanggungjawaban pidana bagi penerima praktik politik uang dalam
pemilihan umum legislatif di Indonesia yaitu, UU Pemilu tidak mengatur secara tegas
untuk pelaku yang menerima politik uang. Pasal 515 Undang-Undang No 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum (Pemilu) menjelaskan, Setiap orang yang dengan sengaja pada
saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada
Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau
menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00.”
Tindak pidana pemilu, tetap berlaku asas umum dalam hukum pidana, yaitu asas legalitas.
Di mana suatau tindak pidana pemilu dapata di sebut sebagai tindak pidana bila sudah
diatur dalam undang-undang. Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Berdasarkan hal
tersebut ketentuan Pasal 149 ayat (2) KUHP dapat meberikan delik penyertaan bagi
penerima yaitu, Pidana yang sama ditetapkan kepada pemilih, yang dengan menerima
pemberian atau janji, mau disuap supaya memakai atau tidak memakai haknya seperti di
atas.