Abstract:
Tindak pidana pencucian uang merupakan kejahatan yang sangat potensial
dan mengancam berbagai kepentingan, baik dalam skala nasional maupun
internasional. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian ada beberapa unsur unsur yang menjadi perbuatan pencucian uang yaitu setiap orang/korporasi yang
menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, menghibahkan,
menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan
mata uang Negara lain atau menukarkan ke surat berharga, atau perbuatan lain
atas harta kekayaan yang diketahui dari hasil yang illegal. Pendanaan terorisme
merupakan penggunaan harta kekayaan secara langsung atau tidak langsung untuk
kegiatan terorisme. Upaya utama agar dapat menjaga eksistensi dalam suatu
organisasi terorisme dapat menjalankan misi yang telah ditetapkan. PPATK telah
menerima sebanyak 5000 laporan transaksi keuangan yang mencurigakan terkait
dengan tindak pidana pendanaan terorisme selama 5 tahun terakhir.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis
penelitian yuridis normatif dengan data sekunder melalui studi kepustakaan
(library research) dan data tersebut diolah menggunakan analisis kualitatif dengan
menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari hasil pengamatan
terhadap objek yang diteliti.
Berdasarkan hasil penelitian mengetahui bagaimana pengaturan tindak
pidana pendanaan terorisme dalam UndangUndang Nomor 9 Tahun 2013 dan
bagaimana pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan tindak
pidana transnasional yang terorganisasi. Dengan menggunakan metode penelitian
yuridis normatif, disimpulkan: Pengaturan tindak pidana pendanaan terorisme
dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013, yaitu Pasal 4 merupakan tindak
pidana pokok pendanaan terorisme yang telah mencakup rumusan 3 (tiga) tindak
pidana berkenaan dengan pendanaan terorisme dalam UndangUndang Nomor 15
Tahun 2003 juncto Perpu Nomor 1 Tahun 2002, yaitu Pasal 11 (menyediakan atau
mengumpulkan dana), Pasal 12 (mengumpulkan harta kekayaan untuk melakukan
tindakan berkenaan dengan bahan nuklir), dan Pasal 13 huruf a (memberikan atau
menyewakan uang, barang atau harta kekayaan lainnya); tetapi yang dicakup
hanya sepanjang perbuatan yang dilakukan dengan sengaja karena Pasal 4
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 hanya memiliki unsur dengan sengaja.