Abstract:
Penulis mengangkat permasalahan tentang penjatuhan pidana denda di
bawah batas minimum khusus pada tindak pidana penambangan di kawasan hutan
oleh korporasi (studi Putusan Nomor 927 K/Pid.Sus/2021). Adanya putusan yang
menjatuhkan pidana denda di bawah batas minimum khusus pada tindak pidana
penambangan di kawasan hutan tanpa izin oleh korporasi melatarbelakangi
penulis dalam menyusun skripsi ini. Besarnya keinginan untuk menanggulangi
perusakan hutan tidak diimbangi dengan penegakan hukum yang adil bagi
lingkungan. Berdasarkan hal tersebut di atas
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui perspektif
pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana (2) mengkaji
pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana di bidang lingkungan
hidup (3) menganalisa penerapan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam
tindak pidana pengerusakan lingkungan hidup pada putusan nomor 927
K/Pid.Sus-LH/2021
Penulisan karya ini menggunakan metode yuridis normatif dengan
menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus.
Penulis memperoleh bahwa putusan hakim yang menjatuhkan pidana denda di
bawah batas minimum khusus menimbulkan implikasi yuridis. Pertama, Putusan
Nomor 927 K/Pid.Sus/LH/2021 tetap sah dan berkekuatan hukum tetap. Kedua,
Putusan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial. Adapun kesesuaian putusan
Hakim yang menjatuhkan pidana denda di bawah batas minimum khusus pada
Putusan Nomor 927 K/Pid.Sus-LH/2021 dengan tujuan penanggulangan
perusakan hutan adalah tidak sesuai dengan tujuan hukum, yakni keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum. Di samping itu Putusan tersebut juga tidak
sesuai dengan prinsip substansi hukum lingkungan sebagaimana diatur dalam Bab
II Huruf A Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
36/KMA/SK/II/2013 yang terdiri atas: a) pencegahan bahaya lingkungan; b)
prinsip kehati-hatian; c) prinsip pencemar membayar); dan d) prinsip
pembangunan berkelanjutan.