Abstract:
Pasca amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
telah memberikan dampak yang cukup signifikan bagi ketatanegaraan Indonesia.
Karena sebelum amandemen, MPR adalah lembaga negara tertinggi yang dapat
memilih Presiden dan/Wakil Presiden, sebagaimana amanat pada Pasal 6 ayat 2
UUD NRI Tahun 1945. Pasca amandemen, ketentuan pada Pasal 6 ayat 2 UUD NRI
Tahun 1945 berubah mengenai syarat-syarat menjadi Presiden dan/Wakil Presiden.
Ini menjadikan MPR tidak lagi memiliki kewenangan dalam memilih presiden dan
wakil presiden melainkan dipilih oleh kepada rakyat sebagaimana amanat Pasal 6A
ayat 1 pasca amandemen. Setelah dilakukan pemilihan oleh rakyat, presiden
dan/wakil presiden dilantik oleh MPR berdasarkan Surat Keputusan tentang
penetepan pasangan calon terpilih Presiden dan/wakil presiden yang dikeluarkan
oleh Komisi Pemilihan Umum.
Maksud dan tujuan penelitian ini ialah untuk menganalisis data sekunder dalam hal
terkait dengan kewenangan MPR dalam melakukan pelantikan Presiden dan wakil
presiden pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945, maka jenis penelitian ini adalah
penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, yang sifatnya
adalah deskriptif. Data yang dianalisis ialah data sekunder, yang dimana data
sekunder ini hanya menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tertier,
sedangkan alat pengumpul datanya adalah studi dokumen, selanjutnya dianalisis
secara yuridis kualitatif.
Kewenangan untuk melakukan pelantikan Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
membuat posisi MPR bertentangan. Praktiknya, proses pelantikan tersebut hanya
dimaknai sebagai proses untuk mendengarkan Presiden dan/atau Wakil Presiden
membacakan sumpah dan janji jabatannya tanpa ada yang membimbing
sebagaimana mekanisme pelantikan yang dilakukan oleh Presiden kepada para
menterinya. Dalam hal pelantikan presiden dan/wakil presiden MPR harus
memperkuat posisinya sebagai pelantik. Hal ini dapat dilakukan dengan
menambhakan tugas MPR pada pelantikan tersebut yang berupa pembimbingan
pembacaan sumpah dan janji jabatan presiden dan/wakil presiden.Tindakan untuk
penglegitimasian terhadap jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden yang dilantik
harus dilindungi melalui sebuah produk hukum yang dilahirkan oleh MPR, yakni
TAP MPR. Karena SK KPU yang dibacakan oleh MPR pada saat pelantikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya merupakan penetapan terhadap Calon
Presiden dan Wakil Presiden terpilih dari hasil pemilihan umum bukan penetapan
terhadap seseorang dalam menduduki jabatan tersebut