Abstract:
Hibah merupakan pemberian dari seseorang pemberi hibah kepada orang lain
sebagai penerima hibah ketika si pemberi hibah (yang punya harta) masih hidup,
sedangkan warisan diberikan ketika si pewaris telah meninggal dunia. Walaupun
waktu pemberiannya berbeda namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat,
terutama hibah itu diberikan kepada anak atau ahli waris karena akan menentukan
terhadap bagian warisan yang akan diterimanya. Penelitian ini untuk mengetahui
ketentuan hukum pemberian hibah dan korelasinya dengan kewarisan, bagaimana
perlindungan hukum terhadap ahli waris atas hibah oleh pewaris yang diperhitungkan
sebagai warisan dan bagaimana analisis hukum dalam Putusan Nomor
2684/Pdt.G/2018/PA.Mdn terkait pembagian hibah kepada ahli waris yang
diperhitungkan sebagai warisan.
Metode penetian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan
data sekunder yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research). Kemudian,
data diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Ketentuan hukum pemberian
hibah dan korelasinya dengan kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam dan Kitab
Undang-undang Hukum Perdata adalah terjadi karena adanya transformasi Hukum
Adat ke dalam Hukum Islam (Pasal 211) Kompilasi Hukum Islam. Hibah dari orang
tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan. Dalam kitab Undang undang Hukum Perdata, hubungan antara hibah dan waris telah ada sejak dibuatnya
Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam itu sendiri. Hal
ini demi kepentingan bagi semua masyarakat Indonesia. Perlindungan hukum
terhadap ahli waris atas hibah oleh pewaris yang diperhitungkan sebagai warisan
selama tidak ada ahli waris yang mempersoalkan hibah yang diterima oleh salah
seorang ahli waris, maka harta yang belum dibagikan itu dapat dibagi di antara semua
ahli waris menurut bagiannya. Akan tetapi, jika sebagian ahli waris mempersoalkan
hibah yang diberikan kepada sebagian ahli waris, maka hibah tersebut dapat dianggap
sebagai warisan, dengan memperhatikan bagian hibah yang seharusnya diterima, jika
hibah yang diterima masih kurang dari bagian warisan anak sebagai sipenerima hibah
dari orang tuanya, maka hanya tinggal menambah kekurangannya dan jika pemberian
hibah melebihi bagian warisan, maka kelebihan dari pemberian hibah tersebut dapat
ditarik kembali dan dialihkan kepada ahli waris yang berkurang dari bagian yang
seharusnya diterima. Menurut penulis bahwa putusan yang disampaikan oleh Majelis
Hakim tersebut telah memberikan perlindungan hukum terhadap bagian mutlak ahli
waris (legitimaris), hal tersebut dapat diketahui berdasarkan amar putusan yang
menyatakan bahwa penggugat dan tergugat adalah ahli waris yang sah dari Alm.
Nazaruddin Panjaitan, hal ini menjadi bukti bahwa tergugat dan penggugat
merupakan ahli waris yang sah dari pewaris