Abstract:
Persoalan pelaksanaan perjanjian peminjaman tenaga kerja (uitzendverhouding)
antara perusahaan pemberi kerja (principal) dengan perusahaan penyedia tenaga kerja
(vendor) sangatlah kompleks dikarenakan dalam pelaksanaan perjanjian itu bukan hanya
melibatkan kedua belah pihak, namun juga melibatkan pihak lain dalam hal ini pekerja.
Sering sekali sekali dalam pelaksanaannya yang menjadi korban dalam perjanjian ini
ialah pihak pekerja, yang dalam pemenuhan hak-haknya terabaikan khususnya oleh pihak
penyedia tenaga kerja. Untuk itu perlu ditelaah lebih lanjut khususnya berkaitan dengan
perlindungan hukum bagi tenaga kerja dalam perjanjian uitzendverhouding tersebut serta
pertanggungjawaban hukum yang dapat dibebankan kepada perusahaan vendor apabila
mengabaikan hak-hak pekerja maupun hak-hak perusahaan principal.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kedudukan hukum dari perjanjian
uitzendverhouding dalam hukum keperdataan di Indonesia, untuk mengetahui
perlindungan hukum atas hak-hak pekerja yang didasari perjanjian uitzendverhouding dan
untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum perusahaan vendor ketika melakukan
perjanjian uitzendverhouding kepada pekerja dan perusahaan prinsipal. Penelitian ini
dilakukan dengan cara penelitian yuridis empiris dengan menggunakan data yang
bersumber dari Hukum Islam, data primer dan data sekunder dengan mengolah data dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan pihak Disnaker Provinsi
Sumatera Utara dan studi dokumen (library research), analisis data dengan analisis
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kedudukan hukum dari perjanjian
uitzendverhouding dalam hukum keperdataan di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan
Pasal 1601b KUH Perdata, Pasal 64 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang serta Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat
penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Diketahui
perlindungan hukum atas hak-hak pekerja yang didasari perjanjian uitzendverhouding
yakni perlindungan preventif dari sisi regulasi adanya keharusan perjanjian dibuat secara
tertulis dan adanya pengawasan dan pembinaan dari pemerintah. Perlindungan secara
persuasif adanya lembaga Bipartit dan Triparti untuk menyelesaikan secara damai. Dan
upaya persuasif dengan pengajuan gugatan ke Pengadila. Terakhir dipahami
pertanggungjawaban hukum perusahaan vendor ketika melakukan perjanjian
uitzendverhouding kepada pekerja dan perusahaan principal wajib memenuhi hak-hak
pekerja seperti upah, cuti, keselamat kerja, dan jaminan sosial, jika tidak perusahaan akan
dibebankan denda, pembayaran hak dan ganti rugi kepada pekerja. Terhadap perusahaan
pemberi kerja dapat mengajukan gugatan wanprestasi kepada perusahaan penyedia dan
memintakan penggantian biaya atau pembayaran ganti kerugian