Abstract:
Financial technology (Fintech) adalah sebuah inovasi pada industri jasa keuangan
yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Salah satu yang banyak diminati warga
Indonesia ialah peer-to-peer lending atau pinjaman online ialah sarana peminjaman
uang yang disediakan oleh penyedia layanan keuangan dengan menggunakan sistem
secara online. Namun, dalam proses pengajuan pinjaman online kerap beberapa
aplikasi penyelenggara pinjaman online meminta nomor kontak darurat (Emergency
Contact) sebagai salah satu persyaratan bagi peminjam yang ingin mengajukan
peminjaman tersebut. Akan tetapi persyaratan tersebut menimbulkan kekhawatiran,
disebabkan kerap kali terjadi pihak peminjam mencantumkan emergency contact
secara pihak tanpa melakukan persetujuan terlebih dahulu kepada pihak pemilik nomor
tersebut. Oleh karenanya perlu adanya penelitian untuk melihat lebih luas mengenai
pencantuman emergency contact secara sepihak pada pinjaman online, termasuk akibat
hukum yang dapat timbul.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yuridis normatif, dimana hukum
dikonsepkan sebagai apa yang tertuliskan peraturan perundang-undangan (law in
books), dan jenis penelitian yang menganalisis data-data dan dokumen yang di dapat.
Pendekatan dalam penelitian ini ialah berdasarkan peraturan perundang-undangan
sebab penulis dalam penelitian ini meneliti Undang-Undang, khususnya Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa pengaturan hukum dan mekanisme
pinjam meminjam online harus memenuhi ketentuan pada Pasal 1340 KUHP.
Kemudian pihak peminjam online diharapkan menggunakan prinsip kehati-hatian
dalam mengikuti syarat pada perjanjian pinjam meminjam uang melalui
platform jasa keuangan pinjaman online. Beserta diharapkan lebih mengedepankan
unsur kemanusiaan dalam membuat persyaratan pinjaman online beserta
mengkonfirmasi terlebih dahulu persetujuan dari pihak pemilik nomor yang
dicantumkan (emergency contact). Apabila pihak emergency contact merasa terganggu
dan dirugikan, maka ia berhak menguggat kedua pihak secara perdata. Untuk sanksinya
sendiri Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengaturnya dalam POJK 77/2016 yang
menjelaskan mengenai sanksi administrative terhadap pelanggaran kewajiban berupa
peringatan tertulis, denda (kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu),
pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin.