Abstract:
Hukum Islam menyatakan jika suami merasa dirugikan dengan perilaku
maupun kondisi istrinya, ia berhak menjatuhkan talak. Begitu pula sebaliknya,
jika istri merasa dirugikan dengan perilaku dan kondisi suaminya, ia dapat
mengajukan gugatan cerai, yang dikenal dengan istilah khulu’. Khulu’ dalam
istilah fikih dinamakan juga tebusan, karena istri menebus dirinya dari suaminya
dengan mengembalikan mas kawin sebagaimana yang dia terima alasan
pernikahan. Penelitian ini untuk mengetahui latar belakang terjadinya cerai khulu’,
bagaimana hubungan Khulu’ dengan kedudukan perempuan dalam hukum Islam
dan bagaimana akibat hukum Khulu’ menurut Kompilasi Hukum Islam.
Metode penetian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan
data sekunder yang diperoleh secara studi kepustakaan (library research).
Kemudian, data diolah dengan menggunakan analisis kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa khulu’ dalam Islam
memungkinkan wanita untuk mengajukan cerai dengan alasan syar'i yang meliputi
cacat tubuh atau buruk akhlak suami, kekerasan fisik, ketidakpenuhannya atas
kewajiban, dan ancaman terhadap hubungan spiritual. Tujuan khulu’ adalah
memberikan kelonggaran kepada wanita untuk membebaskan diri dari ikatan
perkawinan yang merugikan dengan tebusan, jika terdapat bahaya yang
mengancam. Praktik khulu’ mencerminkan emansipasi wanita dengan
memberikan hak inisiatif kepada mereka dan memperkuat prinsip kesetaraan hak
antara suami dan istri. Dalam konteks hukum Islam, akibat hukum khulu’ seperti
diatur oleh Kompilasi Hukum Islam mencakup perubahan status perkawinan,
pembatasan peluang rujuk, masa iddah bagi istri, pembebasan bekas suami dari
kewajiban nafkah iddah, serta ketiadaan hak mut'ah bagi istri.