Abstract:
Poligini memberikan titik tekan yang khusus kepada model perkawinan
yang dilakukan oleh seorang laki- laki dengan lebih dari seorang isteri dalam satu
waktu. Secara yuridis, poligini di Indonesia diatur dalam Undang-undang No.1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI), meskipun
yang menjadi asas mendasar dalam ketentuan hukum tersebut adalah asas
monogami yang berarti suatu pernikahan, seorang pria hanya boleh mempunyai
satu istri, begitu pula seorang wanita hanya boleh memiliki satu suami. Akan tetapi,
dalam kondisi tertentu, pengadilan dapat memberikan izin kepada suami untuk
beristri lebih dari satu apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan.
Kepastian hukum dalam sebuah keadilan sangat sulit untuk ditemukan karena yang
bisa adil hanyalah Allah SWT.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pemenuhan keadilan
dalam perkawinan poligini serta upaya pembaharuan Undang-undang Perkawinan
Nasional Penelitian yang dilakuk adalah penelitian hukum normatif atau
kepustakaan,dengan menggunakan pendekatang undang-undnag, pendekatan
filsafat dan pendekatan komparatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti
bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Analisis data yang digunakan adalah
data kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian bahwa Keadilan lebih pada pengertian
”meletakkan sesuatu pada tempatnya (wad asy syai fi maqamih)”, Ibnu Qudamah
(Ahli Fiqih Mazhab Hanbali) mengatakan bahwa keadilan merupakan sesuatu yang
tersembunyi, motivasinya semata mata karena takut kepada Allah SWT.
Adapun pemenuhan keadilan dalam perkawinan poligini yaitu: Keadilan
distributif merupakan pembagian hak dan kewajiban sesuai dengan proporsinya.
Keadilan Komulatif merupakan, memberi kepada setiap orang sama banyaknya.
Keadilan Prosedural merupakan, keadilan yang mengatur perlakuan, pihak yang
berpoligini harus menetapkan secara bersama dan terbuka tentang besarnya nafkah
dan pembagian giliran malam yang akan diterima masing-masing istri. Keadilan
Substantif merupakan, keadilan yang berkaitan dengan isi putusan hakim dalam
memeriksa atau mengadili dan memutus suatu perkara yang harus dibuat
berdasarkan pertimbangan rasionalitas, kejujuran, objektivitas, tidak memihak
(imparsiality), tanpa diskriminasi dan berdasarkan hati nurani (keyakinan hakim).
konseps yang dikembangkan Richard Posner kemudian dikenal the economic
conception of justice, artinya hukum diciptakan dan diaplikasikan untuk tujuan
utama meningkatkan kepentingan umum seluasnya (maximizing overall social
utility). Undang-undang Perkawinan Nasional sudah waktunya mengadopsi konsep
EAL dalam menangani kekaburan hukum yang merujuk pada keadilan dalam
perkawinan poligini.