Abstract:
Melihat kondisi bangsa Indonesia yang begitu banyak memiliki kebudayaan,
ras, adat, bahakan agama. Hal ini menibulakan berbagai macam perbedaan
pandangan hukum, terutama dalam hal pengaturan kewarisan. Pandangan
perbedaan agama sering kali menimbulkan suatu permasalahan hukum bagi setiap
insan dalam menerima harta orang tuanya. Dalam hukum Islam perbedaan agama
sangat jelas disebutkan bahwa anak yang berbeda agama dengan orang tuanya
akan terhijab untuk menerima harta orang tuanya ketika orang tuanya meninggal
dunia, hal ini tidak sejalan dengan hukum perdata yang tidak menyebutkan salah
satu penghalang untuk menerima warisan adalah perbedaan agama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang
peraturan warisan kepada ahli waris yang berbeda agama, untuk mengetahui dan
memahami tentang akibat hukum yang terjadi dengan pembagian warisan
terhadap ahli waris yang berbeda agama, untuk mengetahui tentang pelaksanaan
pewarisan anak yang berbeda agama menurut Hukum Waris Islama (HWI) dan
Hukum Waris Perdata. Jenis penelitian ini adalah Yuridis Normatif, dengan
sumber data yaitu data Hukum Islam dan data Sekunder..
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan penulis bahwa akibat hukum
adanya ahli waris beda agama dapat lihat pula segi yuridis dan segi
kemasyarakat/sosial. Dilihat dari segi yuridis, melihat peraturan yang ada dalam
Pasal 171 huruf (c) dan syarat yang berhak menjadi ahli waris menurut hukum
waris Islam yakni ahli waris mepunyai hubungan darah, hubungan perkawinan
dan beragam Islam, tentu sehubungan dengan peraturan yang ada maka ahli waris
yang beragama non Islam tidak berhak untuk menjadi ahli waris dari si Pewaris
karena ada salah satu syarat menjadi terhalangnya ahli waris mendapatkan hak
menjadi ahli waris. Sedangkan dilihat dari segi kemanusiaan/sosial, melihat
dengan adanya nilai keadilan dan kemanfaatan yakni ahli waris yang non
Islam/beda agama tetap berhak menjadi ahli waris dan yang tidak berhak menjadi
ahli waris mendapatkan harta warisan melalui wasiat wajibah sebagimana dalam
Yurisprudensi MA No 51/K/AG/1999 dan Nomor 16/K/AG/2010, yang perolehan
harta waris sebanyak-banyaknya sama dengan bagian ahli waris yang sederajat
dan tidak boleh melebihi 1/3 dari harta waris.