Abstract:
Setiap peredaran obat, bahan obat, di Indonesia wajib memperoleh izin edar
dan memenuhi standarisasi dalam pembuatannya sebelum obat tersebut dapat
didistribusikan. Namun kenyataannya masih banyak obat beredar tanpa izin edar
dan tanpa memenuhi standarisasi dalam pembuatan obat-obatan. Tujuan penelitian
dalam penelitian ini untuk mengetahui bagaimana standarisasi mutu obat sirup yang
beredar di pasaran, untuk mengkaji akibat hukum terhadap perbuatan pelaku usaha
yang mengedarkan obat sirup terkontaminasi zat berbahaya dan untuk menganalisa
Perlindungan hukum terhadap konsumen atas obat sirup yang diedarkan dipasaran.
Penelitian dalam skripsi ini berjenis Penelitian hukum empiris dengan
menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach) dan
bersifat deskriptif analitis untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang
sedang terjadi atau berlangsung yang bertujuan agar dapat memberikan data seteliti
mungkin mengenai objek penelitian termasuk juga melakukan penelitian lapangan
dengan cara melakukan wawancara kepada narasumber yang kompeten guna
memperoleh bahan-bahan atau data-data yang konkrit mengenai “Perbuatan Pelaku
Usaha Dalam Mengedarkan Obat Sirup Terkontaminasi Zat Berbahaya Yang
Merugikan Konsumen”
Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat. Selanjutnya untuk dapat memproduksi dan
mengedarkan obat maka Industri Farmasi harus menjalankan aspek Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk mendapatkan Sertifikat CPOB dari
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI berdasarkan Peraturan BPOM RI
Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman CPOB yang bertujuan untuk menjamin
obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Selanjutnya Akibat hukum terhadap perbuatan
melawan hukum pelaku usaha yang mengedarkan obat sirup terkontasminasi zat
berbahaya didalam pasal 1365 dirumuskan secara tegas perbuatan yang melanggar
hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian
tersebut, bentuk perlindungan hukum melalui suatu peraturan. Dalam hal ini
pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.